BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al Quran adalah firman
Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara bertahap melalui
perantara malaikat jibril, didalamnya berisi tentang berbagai macam ilmu-ilmu
ketauhidan, syariat, aqidah, muamalah dan ilmu-imu yang lain, alquran merupakan
kitab penyempurna dari tiga kitab yang diturunkan Allah SWT kepada nabi-nabi sebelumnya yaitu Taurat,
Injil dan Zabur, ciri bahasa Al Quran adalah global atau masih bersifat umum,
oleh karenanya dalam memahami Al Quran dibutuhkan penafsiran secara
mendalam. Penafsiran Al Quran yang pertama kali dilakukan oleh nabi muhammad SAW
kemudian berlanjut pada masa sahabat-sahabat nabi diteruskan oleh tabiin,
didalam Al-Quran akan banyak dijumpai ayat-ayat yang menyebutkan tentang
keesaan Allah SWT, bagaimana eksistensi Allah dalam segala hal serta
janji-janji Allahdan fitrah mengenal allah.
Dalam
makalah ini kami akan mencoba menyampaikan beberapa ayat yang menyajikan ayat-ayat
tentang eksisitensi keberadaan Allah SWT sesuai yang terdapat dalam al-qur’an
serta dengan di dukung literatur-literatur yang telah kami dapatkan.
BAB II
PEMBAHASAN
AYAT-AYAT TENTANG EKSISTENSI ALLAH SWT
1.
Ar- Rum : 20-25
ô`ÏBur
ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& Nä3s)n=s{
`ÏiB 5>#tè?
¢OèO !#sÎ) OçFRr& Öt±o0 crçųtFZs? ÇËÉÈ
20.
dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah,
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Firman-Nya خلقكم من تراب /Dia telah
menciptakan kamu dari tanah, dipahami oleh banyak ulama dalam arti
menciptakan asal-usul yakni leluhur kamu Adam As. Dari tanah. Ada juga yang
memahami kata tanah di sini dalam arti sperma sebelum pertemuannya
dengan indung telur. Mereka memahami demikian atas dasar bahwa asal-usul sperma
adalah dari makanan manusia baik tumbuhan maupun hewan, yang bersumber dari
tanah. Apapun makna yang anda pilih, yang jelas manusia berasal dari tanah,
sedang tanah tidak memiliki unsur kehidupan, namun manusia dapat hidup bahkan
berkembang biak.
Kata ثم/kemudian,
mengisyaratkan betapa tinggi dan jauhnya jarak kehebatan antara kejadian
manusia yang hidup, bergerak dan berkembang biak dengan asal kejadiannya
sebagai tanah yang mati. Ia juga dapat dipahami sebagai isyarat tentang adanya
sekian banyak proses yang dilalui manusia sejak asal-usul kejadiannya sebagai
tanah, hinnga mencapai tahap kemampuan berkembang biak. Tahap-tahap itu
disebutkan antara lain dalam QS. Al-Hajj (22):5. Bahkan terjadi peralihan yang
demikian hebat, dari tanah dan stetes mani.
Kata اذا idza pada
ayat di atas digunakan untuk menunjukkan peristiwa yang terjadi secara
tiba-tiba. Kandungan makna itu, tidak tertuju pada kejadian manusia, dalam arti
tiba-tiba lahir tanpa proses, tetapi dadakan itu terjadi bagi yang berpikir
setalah melihat aktivitas dan dampak-dampak aktivitas yang tidak di duga dapat
lahir dari makhluk yang asalnya adalah tanah.
Kata بشر basyar
digunakan al qur’an untuk menunjukkan manusia secara umum, yang kesemuanya
memiliki persamaan dalam potensi kemanusiaan, tanpa mempertimbangkan
perbedaan-perbedaan dalam sifat individual, atau tingkat kecerdasan pikiran dan
emosi masing-masing. Kata ini juga mengesankan pencapaian masa kedewasaan dan
kemampuan berhubungan seks. Itu sebabnya disini ia dikaitkan dengan
keterpencaran yang mengesankan jumlah yang banyak sebagai akibat
pengembangbiakan itu. Ar razi dalam tafsirnya, memperoleh kesan dari kata basyar
sebagai makhluk yang memiliki potensi mengetahui. Manusia menjadi manusia bukan
karena geraknya, sebab binatang pun bergerak. Nah, potensi berpengetahuan dan
penggerak, sungguh jauh dari sifat tanah, namun itu dimiliki manusia yang
asalnya tanah. Ini adalah sesuatu yang menakjubkan dari ciptaan Allah swt.
Demikian lebih kurang ar-Razi.
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.
Ayat di atas melanjutkan pembuktian yang lalu dengan
menyatakan bahwa: (Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri) siti hawa
tercipta dari tulang rusuk nabi adam sedangkan manusia yang lainnya tercipta
dari air mani laki-laki dan perempuan. Kataانفسكم adalah bentuk jamak dari kata nafs yang antara
lain berarti jenis atau diri atau totalitas sesuatu. Pernyataan bahwa pasangan
manusia diciptakan dari jenisnya menjadikan sementara ulama menyatakan bahwa
Allah swt. Tidak membolehkan manusia mengawini selain jenisnya, dan bahwa
jenisnya itu yang merupakan pasangannya. Dengan demikian, perkawinan antara
lain jenis, atau pelampiasan nafsu seksual melalui makhluk lain, bahkan yang
bukan pasangan, sama sekali tidak dibenarkan Allah.[1]
لتسكنوا
اليها (supaya
kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya) supaya kalian merasa betah dengannya.
kata تسكنوا terambil
dari kata سكن yaitu diam,
tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Dari sini, rumah dinamai
sakan karena dia tempat memperoleh ketenangan setelah sebelumnya si
penghuni sibuk diluar rumah. Perkawinan melahirkan ketenangan batin. Setiap
jenis kelamin – pria atau wanita, jantan atau betina – dilengkapi Allah dengan
alat kelamin, yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri
sendiri. kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya
masing-masing pasangan dengan pasangannya. kata اليها yang merangkai kata لتسكنواmengandung makna cenderung / menuju kepadanya,
sehingga penggalan ayat diatas bermakna Allah menjadikan pasangan suami isteri
masing-masing merasakan ketenangan disamping pasangannya serta cenderung
kepadanya.[2]
وجعل بينكم (dan dijadikan-Nya diantara kamu sekalian) semuanya – مودّة ورحمة انّ في ذلك (rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu) hal yang
telah disebutkan itu – لايت
لّقوم يّتفكّرون (benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir) yakni yang memikirkan tentang ciptaan Allah swt.
ô`ÏBur
¾ÏmÏG»t#uä
ß,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur ß#»n=ÏG÷z$#ur
öNà6ÏGoYÅ¡ø9r& ö/ä3ÏRºuqø9r&ur
4
¨bÎ) Îû
y7Ï9ºs
;M»tUy
tûüÏJÎ=»yèù=Ïj9
ÇËËÈ
22. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.
والارض واحتلاف السنتكم ومن ايته خلق السّموت (Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasa kalian) maksudnya
dengan bahasa yang berlain-lainan, ada yang berbahasa arab dan ada yang
berbahasa ‘Ajam serta berbagai bahasa lainnya.
kata السنتكم
adalah jamak dari kata لسان yang berarti lidah. Ia juga digunakan dalam arti bahasa atau
suara. Penelitian terakhir menunjukan bahwa tidak seorang pun yang
memiliki suara yang sepenuhnya sama dengan orang lain, Persis seperti sidik
jari.[3]
والوانكم (dan berlain-lainan pula warna kulit
kalian) di antara
kalian ada yang berkulit putih, ada yang hitam, dan lain sebagainya, padahal
kalian berasal dari seorang lelaki dan seorang perempuan, yaitu Nabi Adam dan
Siti Hawa. – انّ في ذالك لايت (sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda) yang menunjukan kekuasaan Allah swt.
– للعالمين (bagi orang-orang yang mengetahui) yaitu bagi orang-orang yang berakal
dan berilmu.
Ayat
di atas di tutup dengan للعالمين (bagi orang-orang yang alim) yakni dalam pengetahuannya. Perbedan
bahasa dan warna kulit, hal ini cukup jelas terlihat dan disadari atau
diketahui oleh setiap orang, apalagi kedua perbedaan tersebut bersifat langgeng
pada diri setiap orang. Tetapi jangan duga bahwa tidak ada sesuatu dibalik apa
yang terlihat dengan jelas itu. Banyak rahasia yang belum terungkap. Banyak
juga masalah baik menyangkut warna kulit maupun bahasa dan suara yang hingga
kini masih menjadi tanda tanya bagi banyak orang.
ô`ÏBur ¾ÏmÏG»t#uä
/ä3ãB$uZtB È@ø©9$$Î/ Í$pk¨]9$#ur Nä.ät!$tóÏGö/$#ur
`ÏiB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 4
cÎ) Îû
Ï9ºs
;M»tUy
5Qöqs)Ïj9
cqãèyJó¡o
ÇËÌÈ
23. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di
waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karuniaNya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mendengarkan.
ومن ايته منامكم بااليل و النهار (Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidur kalian diwaktu malam dan siang
hari) dengan
kehendak-Nya sebagai waktu istirahat untuk kalian – وابتغاؤكم (dan
usaha kalian) di
siang hari. Sementara ulama memahami ayat diatas dalam arti “diantara tanda-tanda-Nya
adalah tidur kamu diwaktu malam dan usaha kamu mencari rezeki di waktu siang”.
Ini sejalan dengan banyak ayat al-qur’an yang menjelaskan bahwa Allah
menjadikan malam untuk beristirahat dan siang untuk mencari rezekinya (baca
antara lain QS. An-Naba’ (78): 10-11). Memang secara umum malam untuk tidur,
dan siang untuk bekerja. Tetapi pemahaman itu tidak harus selalu demikian.
Tidak ada halangan memahami ayat-ayat di atas sesuai bunyi. Apalagi dewasa ini,
malam telah menjadi waktu tidur sekaligus untuk mencari rezeki dan siang
digunakan juga untuk kedua tujuan tersebut. Bahkan sebagian orang ada yang
pekerjaannya lebih banyak dia lakukan di waktu malam, dibanding dengan siang
hari.
Pendapat
ini dapat dikukuhkan dengan penyebutan kata فضله kata fadl berarti kelebihan dari
kadar kebutuhan, sebagaimana ia dipahami pula dalam arti pemberian, karena
pemberian adalah sesuatu yang melebihi kebutuhan. Anugerah Allah dinamai fadhl
karena dia tidak membutuhkannya bahkan tidak membutuhkan sesuatu. Di sisi lain,
siapa yang bekerja siang dan malam atau di malam hari, maka upayanya ketika itu
dapat dinilai sebagai upaya meraih kelebihan dari kadar kebutuhan. – انّ في ذلك لايت
لّقوم يّسمعون (sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan) dengan pendengaran yang dibarengi
pemikiran dan mengambil pelajaran.
ô`ÏBur ¾ÏmÏG»t#uä
ãNà6Ìã
s-÷y9ø9$# $]ùöqyz
$YèyJsÛur
ãAÍit\ãur
z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$#
[ä!$tB ¾Çósãsù
ÏmÎ/ ßöF{$# y÷èt/ !$ygÏ?öqtB 4
cÎ) Îû
Ï9ºs
;M»tUy
5Qöqs)Ïj9
cqè=É)÷èt
ÇËÍÈ
24.
dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat
untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari
langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
mempergunakan akalnya.
ومن ايته يريكم (dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepada kalian) Dia mempersaksikan kepada kalian – البرق خوفا (kilat
untuk menimbulkan ketakutan)
bagi orang yang melakukan perjalanan karena takut disambar petir – وطمعا (dan
harapan) bagi orang
yang bermukim akan turunnya hujan.
Kata طمعا
digunakan untuk menggambarkan keinginan kepada sesuatu, yang biasanya tidak
mudah diperoleh. Pengguna kata itu disini, untuk mengisyaratkan bahwa hujan
adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan manusia atau sangat sulit di
raihnya.[4]
Kini, walau ilmuan telah mengenal apa yang dinamai hujan buatan, yakni
cara-cara menurunkan hujan, tetapi cara itu belum lumrah, dan yang lebih
penting lagi adalah bahwa mereka tidak dapat membuat sekalian bahan yang dapat
diolah untuki terciptanya hujan. وينزّل من السّماء
ماء فيحي به الارض بعد موتها (dan
Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu
sesudah matinya) Dia
mengembangkannya dengan menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan padanya. – انّ في ذلك (sesungguhnya
pada yang demikian itu) hal
yang telah disebutkan tadi – لايت لّقوم يّعقلون (benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang mempergunakan akalnya)
yaitu bagi mereka yang berpikir.
Ayat
di atas berbicara tentang turunnya hujan dan kilat yang menimbulkan harapan dan
kecemasan. Ini dapat terjadi bagi siapa pun, baik ia mengetahui tentang
sebab-sebab kilat dan proses turunnya hujan maupun tidak. Nah, rasa takut dan
cemas serta harap itu, dapat mengantar seseorang berhati-hati sehingga tidak
terjerumus di dalam pelanggaran atau dalam bahasa ayat di atas يعقلون yakni mengikat nafsunya sehingga tidak
terjerumus dalam kedurhakaan dan kesalahan.
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä br&
tPqà)s?
âä!$yJ¡¡9$#
ÞÚöF{$#ur ¾ÍnÌøBr'Î/
4
§NèO #sÎ)
öNä.$tãy
Zouqôãy z`ÏiB
ÇÚöF{$# !#sÎ) óOçFRr&
tbqã_ãørB
ÇËÎÈ
25.
dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan
iradat-Nya. kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi,
seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).
ومن ايته ان تقوم
السماءو الارض بأمره (dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan
perintah-Nya) dengan
kehendak-Nya tanpa tiang penyangga. Kata
تقوم terambil dari kata قام yang berarti berdiri. Kesiapan dan
kesigapan, serta kesungguhan dalam melakukan aktivitas dan kesempurnaannya,
biasa ditunjuk dengan kata berdiri. Karena itulah keadaan dan posisi
sempurna yang memungkinkan manusia bekerja secara baik dan sempurna. Dari sini
kata tersebut juga digunakan dalam arti kemantapan sesuatu dalam bentuknya yang
sempurna. Hal itu terlaksana dengan baik bila semua sistem yang berkaitan
dengannya berjalan sempurna.
Thabatthaba’i
lebih jauh menjelaskan bahwa ayat-ayat yang disusun sedemikian serasi dan teratur.
Bermula dari penciptaan manusia (ayat 20), lalu adanya pria dan wanita yang
berpasangan (ayat 21), kemudian kaitan langit dan bumi dengan perbedaan bahasa
dan warna kulit mereka (ayat 22), lalu upaya mencari rezeki serta tidur (ayat
23), disusul dengan memperlihatkan kilat dan menurunkan hujan (ayat 24), sampai
berakhir dengan tegak dan mantapnya langit dan bumi hingga waktu yang
ditentukan agar jenis manusia dapat menyelesaikan tugas yang dibebankan padanya
hingga mencapai akhir perjalanan hidupnya dengan kebangkitan setelah
kematiannya (ayat 25).
– دعوة مّن الارض ثمّ اذا دعاكم(kemudian apabila Dia memanggil kalian sekali panggil dari bumi)
melalui tiupan
sangkakala malaikat israfil untuk membangunkan orang-orang yang telah mati dari
kuburnya.
Kata
ثمّ pada ayat di atas dipahami oleh Az-zamakhsyari sebagai isyarat
tentang hebat dan besarnya peristiwa kiamat ketika itu, sekaligus menggambarkan
betapa besar kuasa Allah, yang hanya sekali panggil saja, semua yang bernyawa
sejak yang hidup pada masa lampau sampai masa datang, semua bangkit menanti
keputusan Allah swt. Ada juga yang memahami kata tersebut mengisyaratkan adanya
kalimat yang tidak disebut pada teks ayat, yaitu: “kemudian setelah kematian
kamu dan peletakan kamu di kubur.”
Kata
دعوة (sekali panggil) berfungsi menjelaskan mudahnya bagi Allah menghadirkan
serta menghidupkan kembali manusia setelah kematiannya.
– اذا انتم تخرجون (seketika
itu juga kalian keluar)
dari kubur, kalian keluar dari dalam kubur melalui sekali seruan itu, merupakan
tanda-tanda kekuasaan Allah swt.
2. AS- SAJDAH :
9-12
¢OèO çm1§qy
yxÿtRur ÏmÏù
`ÏB
¾ÏmÏmr (
@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$#
t»|Áö/F{$#ur
noyÏ«øùF{$#ur 4
WxÎ=s%
$¨B
crãà6ô±n@
ÇÒÈ
9. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya
dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.
ثمّ سوّىه (kemudian
Dia menyempurnakannya) menyempurnakan
penciptaan adam.
Kata
سوّىه (menyempurnakan nya) mengisyaratkan proses lebih lanjut dari kejadian
manusia setelah terbentuk organ-organ nya. Ini serupa dengan ahsan taqwim. Dalam
QS. Al-infithar (82): 7 disebut tiga proses pokok penciptaan: Dia yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu lalu menjadikan mu seimbang. Tahap
pertama mengisyaratkan pembentukan organ-organ tubuh secara umum, tahap kedua
adalah tahap tahap penghalusan dan penyempurnaan organ-organ itu, dan tahap
ketiga adalah tahapan peniupan ruh ilahi, yang menjadikan manusia memiliki
potensi untuk tampil seimbang, memiliki kecendrungan kepada keadilan atau dalam
istilah surah al-infithar di atas عدلك yakni
menjadikanmu adil.
– ونفخ فيه من رّوحه (dan
meniupkan kedalam tubuhnya sebagian dari roh-Nya) yakni Dia menjadikannya hidup dapat
merasa atau mempunyai perasaan, yang sebelumnya ia adalah benda mati. Kata من رّوحه
secara harfiah berarti dari Ruh-Nya yakni Ruh Allah. Ini bukan berarti
ada “bagian” Ilahi – yang di anugerahkan kepada manusia. Karena Allah tidak
terbagi, tidak juga terdiri dari unsur-unsur. Yang dimaksud adalah Ruh
ciptaan-Nya, penisbahan ruh itu kepada Allah adalah penisbahan pemuliaan dan
penghormatan. Ayat ini bagaikan berkata : Dia meniupkan kedalamnya ruh
yang mulia dan terhormat dari (ciptaan)-Nya.[5]
وجعل لكم (dan
Dia menjadikan bagi kalian) yaitu
anak cucunya – السمع (pendengaran) lafaz
assam’a bermakna jamak sekalipun bentuknya mufrad – والابصار ولافئدة (dan pengelihatan serta hati) – قليلا ما تشكرون (tetapi
kalian sedikit sekali bersyukur) huruf
Ma adalah huruf zaidah yang berfungsi mengukuhkan makna lafaz qalilan,
yakni sedikit sekali.
(#þqä9$s%ur
#sÏär&
$uZù=n=|Ê
Îû
ÇÚöF{$# $¯RÏär&
Å"s9
9,ù=yz ¤Ïy`
4
ö@t/ Nèd
Ïä!$s)Î=Î/ öNÍkÍh5u
tbrãÏÿ»x. ÇÊÉÈ
10. dan mereka berkata: "Apakah bila Kami telah lenyap
(hancur) dalam tanah, Kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru
[1191]?" bahkan mereka ingkar akan menemui Tuhannya.
[1191]
Maksudnya dihidupkan kembali untuk menerima Balasan Tuhan pada hari kiamat
Kaum musyrikin yang menolak kebenaran
al- qur’an serta mempersekutukan Allah dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya
itu, tidak juga mempercayai kebangkitan setelah kematian. Ayat di atas
menguraikan dalih mereka. Ayat itu bagaikan menyatakan: Dan disamping
penolakanya terhadap al- qur’an serta ke-esaan Allah swt., mereka juga berkata
dengan bertannya, pertanyaan yang mereka maksudkan sebagai pengingkaran
bahwa: ”apakah bila kami telah lenyap hancur dan binasa di dalam bumi
tempat kami dikubur, apakah kami benar-benar akan berada dalam ciptaan
yang baru walau badan kami telah bercampur dengan tanah dan tulang belulang
kami telah lapuk?”.
وقالوا (dan mereka berkata) orang-orang yang ingkar hari berbangkit – ءاذاضللنافي الارض (”apakah bila kami telah lenyap didalam tanah) yakni kami telah hancur didalamnya, misalnya
kami telah menjadi debu yang bercampur dengan tanah asli. Kata ضللنا terambil dari kata ضلّ yang dari segi pengertian
bahasa berarti hilang, bingung tidak mengetahui arah, makna ini kemudian
berkembang sehingga berarti binasa dan terkubur.[6]
– ءانّا لفي
خلق جديد (kami
benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?”) kata tanya disini mengandung makna ingkar;
lafaz ayat ini boleh dibaca tahqiq dan boleh pula dibaca tas-hil. Maka Allah
swt berfirman: - بل
هم بلقائ ربّهم (bahkan mereka terhadap hari pertemuan dengan
Rabbnya) yaitu hari berbangkit - كفرون (adalah orang-orang yang ingkar).
Thabatthaba’i
memberi jawaban, menurutnya ayat di atas menjawab dalih mereka dengan
menyatakan bahwa, “sebenarnya kalian tidak binasa. Kematian bukanlah kelenyapan
dari kamu. Tidak juga terkuburnya kamu mengakibatkan kamu hilang dan binasa.
Malaikat maut yang bertugas mengambil nyawa kamu sebenarnya mengambil kamu dari
badan kamu dalam keadaan sempurna. Dia mencabut ruhkamu dari badan kamu, hanya
dalam arti memutus hubungan ruh itu dengan kamu, sedang arwah kamu itulah
hakikat kamu. “kamu” sebenarnya terpelihara, tidak ada sesuatu dari “kamu” yang
hilang atau binasa di bumi, yang hilang dan berubah hanya badan yang memang
selama ini selalu berubah sejak kejadiannya. Kamu semua terpelihara sampai kamu
kembali kepada tuhan dengan kembalinya ruh ke jasad masing-masing.” Begitu
lebih kurang tulis thabatthaba’i. Memang manusia atau “aku” adalah substansi
manusia atau kepribadian manusia. Bukan badannya. Badan hanya mengikuti
kepribadian itu, dan yang ini tidak binasa dengan matinya manusia.
*
ö@è% Nä39©ùuqtGt à7n=¨B ÏNöqyJø9$# Ï%©!$#
@Ïj.ãr
öNä3Î/ ¢OèO 4n<Î) öNä3În/u
cqãèy_öè?
ÇÊÊÈ
11. Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut
nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan
dikembalikan."
Sebenarnya, mereka tidak hanya
mengingkari kebangkitan, tetapi mereka ingkar akan menemui tuhannya yakni
balasan dan ganjaran-Nya serta seluruh yang disampaikan Allah dan Rasul. Katakanlah:
“kamu akan diwafatkan yakni dimatikan dengan sangat mudah oleh satu malaikat
maut yang diserahi untuk mencabut nyawa kamu; lalu Allah menciptakan
kamu kembali sebagai mana keadaan kamu dahulu kemudian hanya kepada tuhanmu
kamu akan dikembalikan. Untuk memperoleh balasan dan ganjaran.
قل (katakanlah) kepada mereka: - يتوفّكم
ملك الموت الذّي وكّل بكم (“malaikat
maut yang diserahi tugas untuk mencabut nyawa kalian akan mematikan kalian) yakni akan mencabut arwah kalian. Ayat di atas
menunjuk pencabut nyawa sebagai satu malaikat, karena kata ملك menunjuk kepada tunggal,
jamaknya adalah kata ملائكة.[7]
Di tempat lain Allah berfirman: dalam QS. Az- zumar:42 : الله يتوفّى الانفس حين موتها والّتي لم
تمت في
منامها (Allah
mewafatkan jiwa ketika kematiannya, dan yang belum mati , ketika tidurnya). Disini maknanya jelas, bahwa yang mewafatkan
adalah Allah swt. Selanjutnya dalam QS. Al-an’am:61, dinyatakan: اذا جاء احدكم الموت توفّته رسلنا وهم لايفرّطون (apabila datang kematian kepada salah seorang
diantara kamu, ia diwafatkan oleh utusan-utusan kami). Ayat ini mengandung makna “banyak malaikat yang
mewafatkan”, berdasarkan penggunaan bentuk jamak dari kata rasul-rasul. Menurut
al-jamal dalam bukunya yang mengomentari tafsir al-jalalain, yaitu bahwa
yang dimaksud dengan rusuluna
adalah satu malaikat saja, yaitu malaikat maut, tetapi penggunaan bentuk jamak
itu untuk mengisyaratkan keagungan dan kehebatan malaikat tersebut.
Pertanyaan nya ialah yang pertama
menginformasikan bahwa Allah yang mewafatkan manusia pada saat kematian dan
tidurnya. Sedang kedua ayat yang lain menyatakan bahwa yang mewafatkan adalah
malaikat. Nah, pertanyaan yang muncul adalah siapa sebenarnya yang mewafatkan,
malaikat atau Allah? Anda dapat menjawab dengan menyatakan bahwa yang
mewafatkan adalah Allah swt. Melalui perintahnya kepada malaikat maut agar
mencabut nyawanya, selanjutnya malaikat maut menugaskan pembantu-pembantunya
untuk mencabut nyawa dan merekalah yang
dimaksud dengan utusan-utusan kami. Ini dapat diilustrasikan dengan
hasil tulisan. Yang menulis adalah komputer atau pena, tetapi yang menggerakkan
alat itu adalah jari-jari atau tangan , sedang di “belakang” tangan, ada otak
yang memerintah kepada tangan dan jari-jari agar bergerak. Demikian salah satu
jawaban.
ثمّ الى ربّكم ترجعون (kemudian
hanya kepada Rabb kalian lah, kau sekalian akan di kembalikan”) dalam keadaan hidup, maka kelak dia akan
membalas perbuatan amal kalian.
öqs9ur #ts? ÏÎ) cqãBÌôfßJø9$#
(#qÝ¡Ï.$tR öNÎhÅrâäâ
yZÏã
óOÎgÎn/u
!$oY/u $tR÷|Çö/r&
$uZ÷èÏJyur
$oY÷èÅ_ö$$sù
ö@yJ÷ètR $·sÎ=»|¹ $¯RÎ)
cqãZÏ%qãB ÇÊËÈ
12. Dan, jika Sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang
yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata):
"Ya Tuhan Kami, Kami telah melihat dan mendengar, Maka kembalikanlah Kami
(ke dunia), Kami akan mengerjakan amal saleh, Sesungguhnya Kami adalah
orang-orang yang yakin."
Setelah menampik keberatan para
pengingkar hari kebangkitan sambil menjelaskan peranan malaikat maut, kini
disingkap sedikit apa yang akan terjadi bagi para pendurhaka pada salah satu
saat di hari kebangkitan.ولوترى اذالمجرمون (dan jika sekiranya kamu melihat
orang-orang yang yang berdosa itu) yakni
orang-orang kafir, ناكسوارء وسهم عند ربّهم (menundukkan kepalanya di hadapan
Rabbnya) karena
merasa malu kepada-Nya. Kata ناكسوا (terambil
dari kata نكس yang berarti menjadikan sesuatu yang di atas berada di
bawah. Seorang yang bangga dan percaya diri, atau yang angkuh akan menengak
kan kepala. Berbeda dengan orang yang takut dan merasa hina. Dia akan
menundukkan kepala. Penundukan itu, serupa dengan menjadikan yang diatas berada
di bawah. Dengan demikian kata tersebut dipahami dalam arti kehinaan dan
penyesalan atas apa yang mereka lakukan selama ini.
Sering kali kata عند di
sisi bila
menggambarkan keadaan seseorang di sisi Allah, seperti firman-Nya di atas عند ربّهم
maka itu mengandung makna penghormatan, seperti firman-Nya melukiskan para
syuhada’ bahwa mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki (QS.
Al ‘imran (3): 169). Tetapi karena konteks ayat ini adalah para pendurhaka,
maka kata di sisi pada ayat di atas, adalah di sisi kekuasaan atau
pemeriksaan-Nya.
ربّنا ابصرنا (“ya
Rabb kami, kami telah melihat) apa
yang telah kami ingkari sebelumnya, yaitu hari berbangkit. وسمعنا (dan
mendengar) dari-Mu
kebenaran rasul-rasul yang telah kami dustakan mereka dahulu. فارجعنا (maka
kembalikan lah kami) ke
dunia. نعمل صالحا (kami akan mengerjakan amal shaleh) di dunia. انّ موقنون (sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang yakin) mulai
sekarang, akan tetapi hal itu sama sekali tidak bermanfaat bagi mereka, dan
mereka tidak akan dikembalikan lagi ke dunia. Sebagai jawab dari lafadh law
ialah niscaya kamu melihat hal yang sangat mengerikan.
3. AL- HASYR :
22-23
uqèd
ª!$#
Ï%©!$# Iw
tm»s9Î) wÎ)
uqèd
( ÞOÎ=»tã É=øtóø9$#
Íoy»yg¤±9$#ur
( uqèd
ß`»oH÷q§9$#
ÞOÏm§9$#
ÇËËÈ
22. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Kelompok ayat ini merupakan penutup
uraian surah. Sebelum ini telah berulang-ulang disebut nama Allah atau
pengganti nama-Nya serta sifat-sifat-Nya (26 kali menyebut kata Allah dan 16
kali pengganti atau penyebutan sifat-sifat-Nya). Kesemuanya menunjuk keagungan
Allah swt.
Ayat ini menunjuk-Nya dengan kata
“Dia”, yakni dia menurunkan alqur’an dan yang disebut-sebut pada ayat-ayat yang
lalu. Dia, Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah serta
tiada pencipta dan pengendali alam raya selain Dia, Dia maha
mengetahui yang ghaib, baik yang nisbiyy/relatif maupun mutlak dan
yang nyata, Dia lah saja ar-Rahman, pencurah rahmat yang bersifat
sementara untuk makhluk dalam pentas kehidupan ini, lagi ar-rahim,
pencurah rahmat yang abadi bagi orang-orang beriman di akhirat nanti.
Albiqa’i berkomentar tentang kata هو
pada ayat di atas bahwa Dia yang wujud-Nya dari zat-Nya sendiri sehingga
dia sama sekali tidak disentuh oleh ‘adam (ketiadaan) dalam bentuk apa
pun dan, dengan demikian, tidak ada wujud yang pantas disifati dengan kata
tersebut selain-Nya karena Dia-lah yang selalu wujud sejak dahulu hingga
kemudian yang tidak terhingga. Dia-lah yang hadir pada setiap benak, dan yang ghaib
(tidak terjangkau) keagungan-Nya oleh semua indra, dan karena itu pula gunung
retak karena takut kepada-Nya.
Kata هو
yang mendahului ar-rahman ar-rahim berfungsi mengkhususkan kedua sifat
itu dalam pengertiannya yang sempurna hanya untuk Allah swt.
Kata الله
sepintas tidak diperlukan lagi karena kata huwa telah menunjuk kepadanya.
Tetapi, ini agaknya untuk menggambarkan semua sifat-sifat-Nya, sebelum menyebut
sifat-sifat tertentu, karena kata Allah menunjuk kepada zat yang wajib
wujud-Nya itu dengan semua sifat-Nya, baik sifat zat maupun sifat fi’l. Apabila
anda berkata “Allah”, apa yang anda ucapkan itu telah mencakup semua
nama-nama-Nya yang lain, sedang bila anda mengucapkan nama-Nya yang lain –
misalnya ar-rahim atau al-malik – ia hanya menggambarkan sifat
rahmat atau sifat kepemilikan-Nya.
Penyebutan sifat ar-rahman dan
ar-rahim setelah menegaskan pengetahuan-Nya yang menyeluruh
mengisyaratkan bahwa Dia maha mengetahui keadaan Makhluknya sehingga semua
diberikan rahmat sesuai kebutuhan dan kewajarannya menerima.
uqèd
ª!$#
Ï%©!$# Iw
tm»s9Î) wÎ)
uqèd
à7Î=yJø9$#
â¨rà)ø9$# ãN»n=¡¡9$#
ß`ÏB÷sßJø9$#
ÚÆÏJøygßJø9$#
âÍyèø9$# â$¬6yfø9$# çÉi9x6tGßJø9$# 4 z`»ysö6ß «!$#
$£Jtã cqà2Îô³ç ÇËÌÈ
23. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha
Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara,
yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.
هوالله الذي لااله
الاّهو الملك القدّوس (Dia lah Allah yang tiada tuhan
selain dia, raja, yang maha suci) dari
semua apa yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya. Kata الملك
terdiri dari huruf-huruf م, ل, ك yang rangkain nya mengandung makna kekuatan dan keshahihan.
Ia pada mulanya berarti ikatan dan penguatan. Kata ini terulang
dalam Al-qur’an sebanyak lima kali. Al malik mengandung arti penguasaan
terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihan nya. Malik
yang biasa diterjemahkan dengan raja adalah yang menguasai dan menangani
perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan, dan karena itu biasanya
kerajaan terarah kepada manusia dan tidak kepada barang yang sifatnya tidak
dapat menerima perintah dan larangan.
Kata القدّوس
atau ada juga yang membacanya Al-qaddus adalah kata yang mengandung
makna kesucian . Az zajjaj, seorang pakar bahasa, mengemukakan dalam bukunya, al
asma’ al husna, bahwa ada yang menyampaikan kepadanya bahwa kata quddus tidak
terambil dari akar kata berbahasa arab, tetapi dari bahasa suryani yang pada
mulanya adalah qadsy, dan diucapkan dalam do’a qaddisy kemudian
beralih kebahasa arab menjadi qaddus atau quddus. Al –biqa’i
memahami ke-quddus-an adalah “kesucian yang tidak menerima perubahan,
tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgeng nya
sifat itu.”
Kata السلام
terambil dari akar kata سلم salima
yang makna nya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari segala yang
tercela. Allah adalah as-salam karena yang maha esa itu terhindar dari
segala aib, kekurangan, dan kepunahan yang dialami oleh para makhluk. Demikian
tulis Ahmad Ibn Faris dalam bukunya, maqayis al-lughah.
Kata المؤمن
terambil dari akar kata amina, yang melahirkan sekian banyak bentuk
antara lain iman, amanah, dan aman. Amanah adalah lawan dari khianat
yang melahirkan ketenangan batin serta rasa aman karena adanya pembenaran dan
kepercayaan terhadap sesuatu, sedang iman adalah pembenaran hati dan
kepercayaan terhadap sesuatu.
Pendapat yang lebih kuat adalah yang
mengartikan المهيمن sebagai yang menjadi saksi terhadap sesuatu serta
memeliharanya . al- qur’an adalah muhaimin terhadap kitab-kitab yang
lalu, karena ia menjadi saksi kebenaran tentang kandungan kitab-kitab yang
lalu, yakni jika apa yang terdapat disana tidak bertentangan dengan yang
tercantum dalam al-qur’an. Sebaliknya, ia saksi bagi kesalahnnya jika bertolak
belakang dengan kandungan Al-qur’an.
العزيز (yang
maha perkasa) yakni
yang maha kuat. kata الجبّار sebagai sifat Allah swt. Hanya ditemukan sekali dalam al-qur’an,
yakni pada ayat diatas, tetapi ditemukan delapan kali sebagai sifat seorang
manusia yang angkuh. Semua ayat yang menggunakan kata ini sebagai sifat manusia
menunjukkan keburukan pelakunya.menurut tinjauan bahasa kata yang teridiri dari
tiga huruf ini mengandung makna keagungan, ketinggian, dan istiqamah, yakni konsistensi.
Kata المتكبّر sebagai sifat
Allah tidak ditemukan dalam Al-qur’an kecuali sekali, yakni pada ayat yang
ditafsirkan ini. Kata ini terambil dari akar kata yang mengandung makna kebesaran
serta lawan dari kemudaan atau kekecilan. Mutakabbir biasa
diterjemahkan dengan angkuh.
Ayat ini menyebutkan beberapa sifat
Allah yang mampu menggugah ketaatan bagi hamba-hambanya yang selalu mengingat
Allah untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
BAB III
PENUTUP
v
KESIMPULAN
Kesimpulan pada pembahasan yang telah
dipaparkan kurang lebih ialah, pada surat Ar-Rum ayat 20-25 yaitu
1. (Ayat 20) Allah berbicara
tentang kejadian manusia hingga mencapai tahap basyariyat yang mengantar
nya berkembang biak sehingga menjadikan
mereka bersama anak cucunya berkeliaran di persada bumi ini.
2. (Ayat 21) ayat ini
menguraikan pengembangbiakan manusia serta bukti kuasa dan Rahmat Allah dalam
hal tersebut. Ayat ini melanjutkan pembuktian yang lalu dengan menyatakan bahwa
: dan juga diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah dia menciptakan
untuk kamu secara khusus pasangan-pasangan hidup suami atau isteri dari
jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang dan tentram serta cenderung kepadanya
yakni kepada masing-masing pasangan itu, dan dujadikan-Nya diantara kamu
mawaddah dan rahmat, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir tentang kuasa dan nikmat Allah.
3. (ayat 22) ayat ini masih
melanjutkan uraian tentang bukti-bukti ke- esaan dan kekuasaan Allah swt. Yaitu
tentang penciptaan langit dan bumi serta perbedaan bahasa dan warna kulit,
padahal manusia tercipta dari asal usul yang sama.
4. (ayat 23) ayat ini
menerangkan tentang kekuasaannya yang berkaitan dengan malam dan siang, dan
usaha kamu baik malam maupun siang dalam mencari sebagian dari karunianya.
5. (ayat 24) ayat ini berbicara
tentang turunnya hujan dan kilat yang menimbulkan harapan dan kecemasan.
6. (ayat 25) ayat ini
menjelaskan tentang kuasanya yakni mantap dan berjalannya sisitem kerja langit
dan bumi sehingga keduanya tidak hancur atau tabrakan.
Surat
As-Sajdah ayat 9-12 yaitu
1. (ayat 9) ayat ini menjelaskan
penyempurnaan penciptaan manusia, demikian manusia yang diciptaka Allah,
disempurnakan ciptaannya dan dihembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya.
2. (ayat 10) ayat ini
menjelaskan terhadap kaum musyrikin yang tidak juga mempercayai adanya hari
kebangkitan setelah kematian.
3. (ayat 11) ayat ini
menjelaskan tentang tugas malaikat maut, dan sebenarnya kaum musyrikin tidak
hanya ingkar kepada kebangkitan, tetapi mereka juga ingkar akan menemui
tuhannya.
4. (ayat 12) ayat ini
menjelaskan tentang apa yang terjadi bagi para pendurhaka pada salah satu saat
dihari kebangkitan.
Surat Al-Hasyr ayat 22-23 yaitu
1. (ayat 22) ayat ini
menjelaskan tentang beberapa sifat –sifat Allah.
2. (ayat 23) ayat ini
menjelaskan beberapa sifatnya yang dapat menggugah yang taat mengingatnya untuk lebih mendekat kepada-Nya dan yang
mengingatkan yang durhaka dan lupa kepada-Nya untuk berhati-hati.
REFERENSI
a. M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, volume 11
b. M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, volume 13
c. Bahrun Abubakar, Lc, Terjemah
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzulnya, Sinar Baru, Bandung, 1990, Juz 3
d. Bahrun Abubakar, Lc, Terjemah
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzulnya, Sinar Baru, Bandung, 1990, Juz 4
[1] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 34.
[2] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 35.
[3] Ibid.Hlm.38.
[4]M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 41.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,
Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 185.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,
Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 188.
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,
Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 189.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar