Minggu, 04 Desember 2016

Tafsir (ayat-ayat tentang eksistensi Allah)






BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Al Quran adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara bertahap melalui perantara malaikat jibril, didalamnya berisi tentang berbagai macam ilmu-ilmu ketauhidan, syariat, aqidah, muamalah dan ilmu-imu yang lain, alquran merupakan kitab penyempurna dari tiga kitab yang diturunkan Allah SWT  kepada nabi-nabi sebelumnya yaitu Taurat, Injil dan Zabur, ciri bahasa Al Quran adalah global atau masih bersifat umum, oleh karenanya dalam memahami Al Quran dibutuhkan penafsiran secara mendalam. Penafsiran Al Quran yang pertama kali dilakukan oleh nabi muhammad SAW kemudian berlanjut pada masa sahabat-sahabat nabi diteruskan oleh tabiin, didalam Al-Quran akan banyak dijumpai ayat-ayat yang menyebutkan tentang keesaan Allah SWT, bagaimana eksistensi Allah dalam segala hal serta janji-janji Allahdan fitrah mengenal allah.
          Dalam makalah ini kami akan mencoba menyampaikan beberapa ayat yang menyajikan ayat-ayat tentang eksisitensi keberadaan Allah SWT sesuai yang terdapat dalam al-qur’an serta dengan di dukung literatur-literatur yang telah kami dapatkan.









BAB II
PEMBAHASAN
AYAT-AYAT TENTANG EKSISTENSI ALLAH SWT
1.      Ar- Rum : 20-25
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& Nä3s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? ¢OèO !#sŒÎ) OçFRr& ֍t±o0 šcrçŽÅ³tFZs? ÇËÉÈ  
20. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Firman-Nya خلقكم من تراب /Dia telah menciptakan kamu dari tanah, dipahami oleh banyak ulama dalam arti menciptakan asal-usul yakni leluhur kamu Adam As. Dari tanah. Ada juga yang memahami kata tanah di sini dalam arti sperma sebelum pertemuannya dengan indung telur. Mereka memahami demikian atas dasar bahwa asal-usul sperma adalah dari makanan manusia baik tumbuhan maupun hewan, yang bersumber dari tanah. Apapun makna yang anda pilih, yang jelas manusia berasal dari tanah, sedang tanah tidak memiliki unsur kehidupan, namun manusia dapat hidup bahkan berkembang biak.
Kata  ثم/kemudian, mengisyaratkan betapa tinggi dan jauhnya jarak kehebatan antara kejadian manusia yang hidup, bergerak dan berkembang biak dengan asal kejadiannya sebagai tanah yang mati. Ia juga dapat dipahami sebagai isyarat tentang adanya sekian banyak proses yang dilalui manusia sejak asal-usul kejadiannya sebagai tanah, hinnga mencapai tahap kemampuan berkembang biak. Tahap-tahap itu disebutkan antara lain dalam QS. Al-Hajj (22):5. Bahkan terjadi peralihan yang demikian hebat, dari tanah dan stetes mani.
Kata اذا idza pada ayat di atas digunakan untuk menunjukkan peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba. Kandungan makna itu, tidak tertuju pada kejadian manusia, dalam arti tiba-tiba lahir tanpa proses, tetapi dadakan itu terjadi bagi yang berpikir setalah melihat aktivitas dan dampak-dampak aktivitas yang tidak di duga dapat lahir dari makhluk yang asalnya adalah tanah.
Kata بشر basyar digunakan al qur’an untuk menunjukkan manusia secara umum, yang kesemuanya memiliki persamaan dalam potensi kemanusiaan, tanpa mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dalam sifat individual, atau tingkat kecerdasan pikiran dan emosi masing-masing. Kata ini juga mengesankan pencapaian masa kedewasaan dan kemampuan berhubungan seks. Itu sebabnya disini ia dikaitkan dengan keterpencaran yang mengesankan jumlah yang banyak sebagai akibat pengembangbiakan itu. Ar razi dalam tafsirnya, memperoleh kesan dari kata basyar sebagai makhluk yang memiliki potensi mengetahui. Manusia menjadi manusia bukan karena geraknya, sebab binatang pun bergerak. Nah, potensi berpengetahuan dan penggerak, sungguh jauh dari sifat tanah, namun itu dimiliki manusia yang asalnya tanah. Ini adalah sesuatu yang menakjubkan dari ciptaan Allah swt. Demikian lebih kurang ar-Razi.

ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î)  Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ     
21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

            Ayat di atas melanjutkan pembuktian yang lalu dengan menyatakan bahwa: (Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri) siti hawa tercipta dari tulang rusuk nabi adam sedangkan manusia yang lainnya tercipta dari air mani laki-laki dan perempuan. Kataانفسكم  adalah bentuk jamak dari kata nafs yang antara lain berarti jenis atau diri atau totalitas sesuatu. Pernyataan bahwa pasangan manusia diciptakan dari jenisnya menjadikan sementara ulama menyatakan bahwa Allah swt. Tidak membolehkan manusia mengawini selain jenisnya, dan bahwa jenisnya itu yang merupakan pasangannya. Dengan demikian, perkawinan antara lain jenis, atau pelampiasan nafsu seksual melalui makhluk lain, bahkan yang bukan pasangan, sama sekali tidak dibenarkan Allah.[1] لتسكنوا اليها (supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya) supaya kalian merasa betah dengannya.
kata تسكنوا terambil dari kata سكن yaitu diam, tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Dari sini, rumah dinamai sakan karena dia tempat memperoleh ketenangan setelah sebelumnya si penghuni sibuk diluar rumah. Perkawinan melahirkan ketenangan batin. Setiap jenis kelamin – pria atau wanita, jantan atau betina – dilengkapi Allah dengan alat kelamin, yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri sendiri. kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya. kata اليها yang merangkai kata  لتسكنواmengandung makna cenderung / menuju kepadanya, sehingga penggalan ayat diatas bermakna Allah menjadikan pasangan suami isteri masing-masing merasakan ketenangan disamping pasangannya serta cenderung kepadanya.[2]  وجعل بينكم (dan dijadikan-Nya diantara kamu sekalian) semuanya – مودّة ورحمة انّ في ذلك (rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu – لايت لّقوم يّتفكّرون (benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir) yakni yang memikirkan tentang ciptaan Allah swt.

ô`ÏBur ¾ÏmÏG»tƒ#uä ß,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ß#»n=ÏG÷z$#ur öNà6ÏGoYÅ¡ø9r& ö/ä3ÏRºuqø9r&ur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy tûüÏJÎ=»yèù=Ïj9 ÇËËÈ  
22. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

والارض واحتلاف السنتكم ومن ايته خلق السّموت (Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasa kalian) maksudnya dengan bahasa yang berlain-lainan, ada yang berbahasa arab dan ada yang berbahasa ‘Ajam serta berbagai bahasa lainnya.
kata  السنتكم adalah jamak dari kata لسان yang berarti lidah. Ia juga digunakan dalam arti bahasa atau suara. Penelitian terakhir menunjukan bahwa tidak seorang pun yang memiliki suara yang sepenuhnya sama dengan orang lain, Persis seperti sidik jari.[3] والوانكم (dan berlain-lainan pula warna kulit kalian) di antara kalian ada yang berkulit putih, ada yang hitam, dan lain sebagainya, padahal kalian berasal dari seorang lelaki dan seorang perempuan, yaitu Nabi Adam dan Siti Hawa. – انّ في ذالك لايت (sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda) yang menunjukan kekuasaan Allah swt. – للعالمين (bagi orang-orang yang mengetahui) yaitu bagi orang-orang yang berakal dan berilmu.
Ayat di atas di tutup dengan للعالمين (bagi orang-orang yang alim) yakni dalam pengetahuannya. Perbedan bahasa dan warna kulit, hal ini cukup jelas terlihat dan disadari atau diketahui oleh setiap orang, apalagi kedua perbedaan tersebut bersifat langgeng pada diri setiap orang. Tetapi jangan duga bahwa tidak ada sesuatu dibalik apa yang terlihat dengan jelas itu. Banyak rahasia yang belum terungkap. Banyak juga masalah baik menyangkut warna kulit maupun bahasa dan suara yang hingga kini masih menjadi tanda tanya bagi banyak orang.

ô`ÏBur ¾ÏmÏG»tƒ#uä /ä3ãB$uZtB È@ø©9$$Î/ Í$pk¨]9$#ur Nä.ät!$tóÏGö/$#ur `ÏiB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 4 žcÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqãèyJó¡o ÇËÌÈ  
23. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.


ومن ايته منامكم بااليل و النهار (Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidur kalian diwaktu malam dan siang hari) dengan kehendak-Nya sebagai waktu istirahat untuk kalian – وابتغاؤكم (dan usaha kalian) di siang hari. Sementara ulama memahami ayat diatas dalam arti “diantara tanda-tanda-Nya adalah tidur kamu diwaktu malam dan usaha kamu mencari rezeki di waktu siang”. Ini sejalan dengan banyak ayat al-qur’an yang menjelaskan bahwa Allah menjadikan malam untuk beristirahat dan siang untuk mencari rezekinya (baca antara lain QS. An-Naba’ (78): 10-11). Memang secara umum malam untuk tidur, dan siang untuk bekerja. Tetapi pemahaman itu tidak harus selalu demikian. Tidak ada halangan memahami ayat-ayat di atas sesuai bunyi. Apalagi dewasa ini, malam telah menjadi waktu tidur sekaligus untuk mencari rezeki dan siang digunakan juga untuk kedua tujuan tersebut. Bahkan sebagian orang ada yang pekerjaannya lebih banyak dia lakukan di waktu malam, dibanding dengan siang hari.
Pendapat ini dapat dikukuhkan dengan penyebutan kata فضله   kata fadl berarti kelebihan dari kadar kebutuhan, sebagaimana ia dipahami pula dalam arti pemberian, karena pemberian adalah sesuatu yang melebihi kebutuhan. Anugerah Allah dinamai fadhl karena dia tidak membutuhkannya bahkan tidak membutuhkan sesuatu. Di sisi lain, siapa yang bekerja siang dan malam atau di malam hari, maka upayanya ketika itu dapat dinilai sebagai upaya meraih kelebihan dari kadar kebutuhan. – انّ في ذلك لايت لّقوم يّسمعون (sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan) dengan pendengaran yang dibarengi pemikiran dan mengambil pelajaran.

ô`ÏBur ¾ÏmÏG»tƒ#uä ãNà6ƒÌãƒ s-÷Žy9ø9$# $]ùöqyz $YèyJsÛur ãAÍit\ãƒur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ¾Çósãsù ÏmÎ/ šßöF{$# y÷èt/ !$ygÏ?öqtB 4 žcÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇËÍÈ  
24. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.

                        ومن ايته يريكم (dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepada kalian) Dia mempersaksikan kepada kalian – البرق خوفا (kilat untuk menimbulkan ketakutan) bagi orang yang melakukan perjalanan karena takut disambar petir – وطمعا (dan harapan) bagi orang yang bermukim akan turunnya hujan.
 Kata طمعا digunakan untuk menggambarkan keinginan kepada sesuatu, yang biasanya tidak mudah diperoleh. Pengguna kata itu disini, untuk mengisyaratkan bahwa hujan adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan manusia atau sangat sulit di raihnya.[4] Kini, walau ilmuan telah mengenal apa yang dinamai hujan buatan, yakni cara-cara menurunkan hujan, tetapi cara itu belum lumrah, dan yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka tidak dapat membuat sekalian bahan yang dapat diolah untuki terciptanya hujan. وينزّل من السّماء ماء فيحي به الارض بعد موتها (dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya) Dia mengembangkannya dengan menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan padanya. – انّ في ذلك (sesungguhnya pada yang demikian itu) hal yang telah disebutkan tadi – لايت لّقوم يّعقلون (benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya) yaitu bagi mereka yang berpikir.
Ayat di atas berbicara tentang turunnya hujan dan kilat yang menimbulkan harapan dan kecemasan. Ini dapat terjadi bagi siapa pun, baik ia mengetahui tentang sebab-sebab kilat dan proses turunnya hujan maupun tidak. Nah, rasa takut dan cemas serta harap itu, dapat mengantar seseorang berhati-hati sehingga tidak terjerumus di dalam pelanggaran atau dalam bahasa ayat di atas يعقلون  yakni mengikat nafsunya sehingga tidak terjerumus dalam kedurhakaan dan kesalahan.

ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä br& tPqà)s? âä!$yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ¾Ín̍øBr'Î/ 4 §NèO #sŒÎ) öNä.$tãyŠ ZouqôãyŠ z`ÏiB ÇÚöF{$# !#sŒÎ) óOçFRr& tbqã_ãøƒrB ÇËÎÈ  
25. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).

                        ومن ايته ان تقوم السماءو الارض بأمره (dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan perintah-Nya) dengan kehendak-Nya tanpa tiang penyangga. Kata  تقوم terambil dari kata  قام  yang berarti berdiri. Kesiapan dan kesigapan, serta kesungguhan dalam melakukan aktivitas dan kesempurnaannya, biasa ditunjuk dengan kata berdiri. Karena itulah keadaan dan posisi sempurna yang memungkinkan manusia bekerja secara baik dan sempurna. Dari sini kata tersebut juga digunakan dalam arti kemantapan sesuatu dalam bentuknya yang sempurna. Hal itu terlaksana dengan baik bila semua sistem yang berkaitan dengannya berjalan sempurna.
                        Thabatthaba’i lebih jauh menjelaskan bahwa ayat-ayat yang disusun sedemikian serasi dan teratur. Bermula dari penciptaan manusia (ayat 20), lalu adanya pria dan wanita yang berpasangan (ayat 21), kemudian kaitan langit dan bumi dengan perbedaan bahasa dan warna kulit mereka (ayat 22), lalu upaya mencari rezeki serta tidur (ayat 23), disusul dengan memperlihatkan kilat dan menurunkan hujan (ayat 24), sampai berakhir dengan tegak dan mantapnya langit dan bumi hingga waktu yang ditentukan agar jenis manusia dapat menyelesaikan tugas yang dibebankan padanya hingga mencapai akhir perjalanan hidupnya dengan kebangkitan setelah kematiannya (ayat 25).
 دعوة مّن الارض  ثمّ اذا دعاكم(kemudian apabila Dia memanggil kalian sekali panggil dari bumi) melalui tiupan sangkakala malaikat israfil untuk membangunkan orang-orang yang telah mati dari kuburnya.
Kata ثمّ pada ayat di atas dipahami oleh Az-zamakhsyari sebagai isyarat tentang hebat dan besarnya peristiwa kiamat ketika itu, sekaligus menggambarkan betapa besar kuasa Allah, yang hanya sekali panggil saja, semua yang bernyawa sejak yang hidup pada masa lampau sampai masa datang, semua bangkit menanti keputusan Allah swt. Ada juga yang memahami kata tersebut mengisyaratkan adanya kalimat yang tidak disebut pada teks ayat, yaitu: “kemudian setelah kematian kamu dan peletakan kamu di kubur.”
Kata دعوة (sekali panggil) berfungsi menjelaskan mudahnya bagi Allah menghadirkan serta menghidupkan kembali manusia setelah kematiannya.
 اذا انتم تخرجون (seketika itu juga kalian keluar) dari kubur, kalian keluar dari dalam kubur melalui sekali seruan itu, merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah swt.

2.      AS- SAJDAH : 9-12

¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ¾ÏmÏmr ( Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4 WxÎ=s% $¨B šcrãà6ô±n@ ÇÒÈ  
9. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

            ثمّ سوّىه (kemudian Dia menyempurnakannya) menyempurnakan penciptaan adam.
Kata سوّىه (menyempurnakan nya) mengisyaratkan proses lebih lanjut dari kejadian manusia setelah terbentuk organ-organ nya. Ini serupa dengan ahsan taqwim. Dalam QS. Al-infithar (82): 7 disebut tiga proses pokok penciptaan: Dia yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu lalu menjadikan mu seimbang. Tahap pertama mengisyaratkan pembentukan organ-organ tubuh secara umum, tahap kedua adalah tahap tahap penghalusan dan penyempurnaan organ-organ itu, dan tahap ketiga adalah tahapan peniupan ruh ilahi, yang menjadikan manusia memiliki potensi untuk tampil seimbang, memiliki kecendrungan kepada keadilan atau dalam istilah surah al-infithar di atas   عدلك yakni menjadikanmu adil.
   ونفخ فيه من رّوحه (dan meniupkan kedalam tubuhnya sebagian dari roh-Nya) yakni Dia menjadikannya hidup dapat merasa atau mempunyai perasaan, yang sebelumnya ia adalah benda mati. Kata  من رّوحه secara harfiah berarti dari Ruh-Nya yakni Ruh Allah. Ini bukan berarti ada “bagian” Ilahi – yang di anugerahkan kepada manusia. Karena Allah tidak terbagi, tidak juga terdiri dari unsur-unsur. Yang dimaksud adalah Ruh ciptaan-Nya, penisbahan ruh itu kepada Allah adalah penisbahan pemuliaan dan penghormatan. Ayat ini bagaikan berkata : Dia meniupkan kedalamnya ruh yang mulia dan terhormat dari (ciptaan)-Nya.[5]   وجعل لكم (dan Dia menjadikan bagi kalian) yaitu anak cucunya – السمع (pendengaran) lafaz assam’a bermakna jamak sekalipun bentuknya mufrad –  والابصار ولافئدة (dan pengelihatan serta hati) قليلا ما تشكرون (tetapi kalian sedikit sekali bersyukur) huruf Ma adalah huruf zaidah yang berfungsi mengukuhkan makna lafaz qalilan, yakni sedikit sekali.

(#þqä9$s%ur #sŒÏär& $uZù=n=|Ê Îû ÇÚöF{$# $¯RÏär& Å"s9 9,ù=yz ¤ƒÏy` 4 ö@t/ Nèd Ïä!$s)Î=Î/ öNÍkÍh5u tbrãÏÿ»x. ÇÊÉÈ  
10. dan mereka berkata: "Apakah bila Kami telah lenyap (hancur) dalam tanah, Kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru [1191]?" bahkan mereka ingkar akan menemui Tuhannya.

[1191] Maksudnya dihidupkan kembali untuk menerima Balasan Tuhan pada hari kiamat

            Kaum musyrikin yang menolak kebenaran al- qur’an serta mempersekutukan Allah dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya itu, tidak juga mempercayai kebangkitan setelah kematian. Ayat di atas menguraikan dalih mereka. Ayat itu bagaikan menyatakan: Dan disamping penolakanya terhadap al- qur’an serta ke-esaan Allah swt., mereka juga berkata dengan bertannya, pertanyaan yang mereka maksudkan sebagai pengingkaran bahwa: ”apakah bila kami telah lenyap hancur dan binasa di dalam bumi tempat kami dikubur, apakah kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru walau badan kami telah bercampur dengan tanah dan tulang belulang kami telah lapuk?”.
            وقالوا (dan mereka berkata) orang-orang yang ingkar hari berbangkit – ءاذاضللنافي الارض (”apakah bila kami telah lenyap didalam tanah) yakni kami telah hancur didalamnya, misalnya kami telah menjadi debu yang bercampur dengan tanah asli. Kata ضللنا terambil dari kata ضلّ yang dari segi pengertian bahasa berarti hilang, bingung tidak mengetahui arah, makna ini kemudian berkembang sehingga berarti binasa dan terkubur.[6] ءانّا لفي خلق جديد (kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?”) kata tanya disini mengandung makna ingkar; lafaz ayat ini boleh dibaca tahqiq dan boleh pula dibaca tas-hil. Maka Allah swt berfirman: - بل هم بلقائ ربّهم (bahkan mereka terhadap hari pertemuan dengan Rabbnya) yaitu hari berbangkit -  كفرون (adalah orang-orang yang ingkar).
Thabatthaba’i memberi jawaban, menurutnya ayat di atas menjawab dalih mereka dengan menyatakan bahwa, “sebenarnya kalian tidak binasa. Kematian bukanlah kelenyapan dari kamu. Tidak juga terkuburnya kamu mengakibatkan kamu hilang dan binasa. Malaikat maut yang bertugas mengambil nyawa kamu sebenarnya mengambil kamu dari badan kamu dalam keadaan sempurna. Dia mencabut ruhkamu dari badan kamu, hanya dalam arti memutus hubungan ruh itu dengan kamu, sedang arwah kamu itulah hakikat kamu. “kamu” sebenarnya terpelihara, tidak ada sesuatu dari “kamu” yang hilang atau binasa di bumi, yang hilang dan berubah hanya badan yang memang selama ini selalu berubah sejak kejadiannya. Kamu semua terpelihara sampai kamu kembali kepada tuhan dengan kembalinya ruh ke jasad masing-masing.” Begitu lebih kurang tulis thabatthaba’i. Memang manusia atau “aku” adalah substansi manusia atau kepribadian manusia. Bukan badannya. Badan hanya mengikuti kepribadian itu, dan yang ini tidak binasa dengan matinya manusia.

* ö@è% Nä39©ùuqtGtƒ à7n=¨B ÏNöqyJø9$# Ï%©!$# Ÿ@Ïj.ãr öNä3Î/ ¢OèO 4n<Î) öNä3În/u šcqãèy_öè? ÇÊÊÈ  
11. Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan."
            Sebenarnya, mereka tidak hanya mengingkari kebangkitan, tetapi mereka ingkar akan menemui tuhannya yakni balasan dan ganjaran-Nya serta seluruh yang disampaikan Allah dan Rasul. Katakanlah: “kamu akan diwafatkan yakni dimatikan dengan sangat mudah oleh satu malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawa kamu; lalu Allah menciptakan kamu kembali sebagai mana keadaan kamu dahulu kemudian hanya kepada tuhanmu kamu akan dikembalikan. Untuk memperoleh balasan dan ganjaran.
            قل (katakanlah) kepada mereka: - يتوفّكم ملك الموت الذّي وكّل بكم (“malaikat maut yang diserahi tugas untuk mencabut nyawa kalian akan mematikan kalian) yakni akan mencabut arwah kalian. Ayat di atas menunjuk pencabut nyawa sebagai satu malaikat, karena kata ملك menunjuk kepada tunggal, jamaknya adalah kata  ملائكة.[7] Di tempat lain Allah berfirman: dalam QS. Az- zumar:42 : الله يتوفّى الانفس حين موتها والّتي لم تمت في منامها (Allah mewafatkan jiwa ketika kematiannya, dan yang belum mati , ketika tidurnya). Disini maknanya jelas, bahwa yang mewafatkan adalah Allah swt. Selanjutnya dalam QS. Al-an’am:61, dinyatakan: اذا جاء احدكم الموت توفّته رسلنا وهم لايفرّطون (apabila datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, ia diwafatkan oleh utusan-utusan kami). Ayat ini mengandung makna “banyak malaikat yang mewafatkan”, berdasarkan penggunaan bentuk jamak dari kata rasul-rasul. Menurut al-jamal dalam bukunya yang mengomentari tafsir al-jalalain, yaitu bahwa yang dimaksud dengan  rusuluna adalah satu malaikat saja, yaitu malaikat maut, tetapi penggunaan bentuk jamak itu untuk mengisyaratkan keagungan dan kehebatan malaikat tersebut.
            Pertanyaan nya ialah yang pertama menginformasikan bahwa Allah yang mewafatkan manusia pada saat kematian dan tidurnya. Sedang kedua ayat yang lain menyatakan bahwa yang mewafatkan adalah malaikat. Nah, pertanyaan yang muncul adalah siapa sebenarnya yang mewafatkan, malaikat atau Allah? Anda dapat menjawab dengan menyatakan bahwa yang mewafatkan adalah Allah swt. Melalui perintahnya kepada malaikat maut agar mencabut nyawanya, selanjutnya malaikat maut menugaskan pembantu-pembantunya untuk mencabut nyawa dan merekalah  yang dimaksud dengan utusan-utusan kami. Ini dapat diilustrasikan dengan hasil tulisan. Yang menulis adalah komputer atau pena, tetapi yang menggerakkan alat itu adalah jari-jari atau tangan , sedang di “belakang” tangan, ada otak yang memerintah kepada tangan dan jari-jari agar bergerak. Demikian salah satu jawaban.
 ثمّ الى ربّكم ترجعون (kemudian hanya kepada Rabb kalian lah, kau sekalian akan di kembalikan”) dalam keadaan hidup, maka kelak dia akan membalas perbuatan amal kalian.

öqs9ur #ts? ÏŒÎ) šcqãB̍ôfßJø9$# (#qÝ¡Ï.$tR öNÎhÅrâäâ yZÏã óOÎgÎn/u !$oY­/u $tR÷Ž|Çö/r& $uZ÷èÏJyur $oY÷èÅ_ö$$sù ö@yJ÷ètR $·sÎ=»|¹ $¯RÎ) šcqãZÏ%qãB ÇÊËÈ  
12. Dan, jika Sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan Kami, Kami telah melihat dan mendengar, Maka kembalikanlah Kami (ke dunia), Kami akan mengerjakan amal saleh, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang yakin."
            Setelah menampik keberatan para pengingkar hari kebangkitan sambil menjelaskan peranan malaikat maut, kini disingkap sedikit apa yang akan terjadi bagi para pendurhaka pada salah satu saat di hari kebangkitan.ولوترى اذالمجرمون (dan jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang yang berdosa itu) yakni orang-orang kafir, ناكسوارء وسهم عند ربّهم (menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya) karena merasa malu kepada-Nya. Kata  ناكسوا (terambil dari kata نكس yang berarti menjadikan sesuatu yang di atas berada di bawah. Seorang yang bangga dan percaya diri, atau yang angkuh akan menengak kan kepala. Berbeda dengan orang yang takut dan merasa hina. Dia akan menundukkan kepala. Penundukan itu, serupa dengan menjadikan yang diatas berada di bawah. Dengan demikian kata tersebut dipahami dalam arti kehinaan dan penyesalan atas apa yang mereka lakukan selama ini.
            Sering kali kata عند di sisi bila menggambarkan keadaan seseorang di sisi Allah, seperti firman-Nya di atas عند ربّهم maka itu mengandung makna penghormatan, seperti firman-Nya melukiskan para syuhada’ bahwa mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki (QS. Al ‘imran (3): 169). Tetapi karena konteks ayat ini adalah para pendurhaka, maka kata di sisi pada ayat di atas, adalah di sisi kekuasaan atau pemeriksaan-Nya.
ربّنا ابصرنا (“ya Rabb kami, kami telah melihat) apa yang telah kami ingkari sebelumnya, yaitu hari berbangkit. وسمعنا (dan mendengar) dari-Mu kebenaran rasul-rasul yang telah kami dustakan mereka dahulu. فارجعنا (maka kembalikan lah kami) ke dunia. نعمل صالحا (kami akan mengerjakan amal shaleh) di dunia. انّ موقنون (sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin) mulai sekarang, akan tetapi hal itu sama sekali tidak bermanfaat bagi mereka, dan mereka tidak akan dikembalikan lagi ke dunia. Sebagai jawab dari lafadh law ialah niscaya kamu melihat hal yang sangat mengerikan.

3.      AL- HASYR : 22-23
uqèd ª!$# Ï%©!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ÞOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»yg¤±9$#ur ( uqèd ß`»oH÷q§9$# ÞOŠÏm§9$# ÇËËÈ  
22. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
            Kelompok ayat ini merupakan penutup uraian surah. Sebelum ini telah berulang-ulang disebut nama Allah atau pengganti nama-Nya serta sifat-sifat-Nya (26 kali menyebut kata Allah dan 16 kali pengganti atau penyebutan sifat-sifat-Nya). Kesemuanya menunjuk keagungan Allah swt.
            Ayat ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia”, yakni dia menurunkan alqur’an dan yang disebut-sebut pada ayat-ayat yang lalu. Dia, Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah serta tiada pencipta dan pengendali alam raya selain Dia, Dia maha mengetahui yang ghaib, baik yang nisbiyy/relatif maupun mutlak dan yang nyata, Dia lah saja ar-Rahman, pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk makhluk dalam pentas kehidupan ini, lagi ar-rahim, pencurah rahmat yang abadi bagi orang-orang beriman di akhirat nanti.
            Albiqa’i berkomentar tentang kata هو pada ayat di atas bahwa Dia yang wujud-Nya dari zat-Nya sendiri sehingga dia sama sekali tidak disentuh oleh ‘adam (ketiadaan) dalam bentuk apa pun dan, dengan demikian, tidak ada wujud yang pantas disifati dengan kata tersebut selain-Nya karena Dia-lah yang selalu wujud sejak dahulu hingga kemudian yang tidak terhingga. Dia-lah yang hadir pada setiap benak, dan yang ghaib (tidak terjangkau) keagungan-Nya oleh semua indra, dan karena itu pula gunung retak karena takut kepada-Nya.
            Kata هو yang mendahului ar-rahman ar-rahim berfungsi mengkhususkan kedua sifat itu dalam pengertiannya yang sempurna hanya untuk Allah swt.
            Kata الله sepintas tidak diperlukan lagi karena kata huwa telah menunjuk kepadanya. Tetapi, ini agaknya untuk menggambarkan semua sifat-sifat-Nya, sebelum menyebut sifat-sifat tertentu, karena kata Allah menunjuk kepada zat yang wajib wujud-Nya itu dengan semua sifat-Nya, baik sifat zat maupun sifat fi’l. Apabila anda berkata “Allah”, apa yang anda ucapkan itu telah mencakup semua nama-nama-Nya yang lain, sedang bila anda mengucapkan nama-Nya yang lain – misalnya ar-rahim atau al-malik – ia hanya menggambarkan sifat rahmat atau sifat kepemilikan-Nya.
            Penyebutan sifat ar-rahman dan ar-rahim setelah menegaskan pengetahuan-Nya yang menyeluruh mengisyaratkan bahwa Dia maha mengetahui keadaan Makhluknya sehingga semua diberikan rahmat sesuai kebutuhan dan kewajarannya menerima.

uqèd ª!$# Ï%©!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd à7Î=yJø9$# â¨rà)ø9$# ãN»n=¡¡9$# ß`ÏB÷sßJø9$# ÚÆÏJøygßJø9$# âƒÍyèø9$# â$¬6yfø9$# çŽÉi9x6tGßJø9$# 4 z`»ysö6ß «!$# $£Jtã šcqà2ÎŽô³ç ÇËÌÈ  
23. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
            هوالله الذي لااله الاّهو الملك القدّوس (Dia lah Allah yang tiada tuhan selain dia, raja, yang maha suci) dari semua apa yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya. Kata الملك terdiri dari huruf-huruf م, ل, ك yang rangkain nya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Ia pada mulanya berarti ikatan dan penguatan. Kata ini terulang dalam Al-qur’an sebanyak lima kali. Al malik mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihan nya. Malik yang biasa diterjemahkan dengan raja adalah yang menguasai dan menangani perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan, dan karena itu biasanya kerajaan terarah kepada manusia dan tidak kepada barang yang sifatnya tidak dapat menerima perintah dan larangan.
            Kata القدّوس atau ada juga yang membacanya Al-qaddus adalah kata yang mengandung makna kesucian . Az zajjaj, seorang pakar bahasa, mengemukakan dalam bukunya, al asma’ al husna, bahwa ada yang menyampaikan kepadanya bahwa kata quddus tidak terambil dari akar kata berbahasa arab, tetapi dari bahasa suryani yang pada mulanya adalah qadsy, dan diucapkan dalam do’a qaddisy kemudian beralih kebahasa arab menjadi qaddus atau quddus. Al –biqa’i memahami ke-quddus-an adalah “kesucian yang tidak menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgeng nya sifat itu.”
            Kata السلام terambil dari akar kata سلم salima yang makna nya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari segala yang tercela. Allah adalah as-salam karena yang maha esa itu terhindar dari segala aib, kekurangan, dan kepunahan yang dialami oleh para makhluk. Demikian tulis Ahmad Ibn Faris dalam bukunya, maqayis al-lughah.
            Kata المؤمن terambil dari akar kata amina, yang melahirkan sekian banyak bentuk antara lain iman, amanah, dan aman. Amanah adalah lawan dari khianat yang melahirkan ketenangan batin serta rasa aman karena adanya pembenaran dan kepercayaan terhadap sesuatu, sedang iman adalah pembenaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu.
            Pendapat yang lebih kuat adalah yang mengartikan المهيمن sebagai yang menjadi saksi terhadap sesuatu serta memeliharanya . al- qur’an adalah muhaimin terhadap kitab-kitab yang lalu, karena ia menjadi saksi kebenaran tentang kandungan kitab-kitab yang lalu, yakni jika apa yang terdapat disana tidak bertentangan dengan yang tercantum dalam al-qur’an. Sebaliknya, ia saksi bagi kesalahnnya jika bertolak belakang dengan kandungan Al-qur’an.
            العزيز (yang maha perkasa) yakni yang maha kuat. kata الجبّار sebagai sifat Allah swt. Hanya ditemukan sekali dalam al-qur’an, yakni pada ayat diatas, tetapi ditemukan delapan kali sebagai sifat seorang manusia yang angkuh. Semua ayat yang menggunakan kata ini sebagai sifat manusia menunjukkan keburukan pelakunya.menurut tinjauan bahasa kata yang teridiri dari tiga huruf ini mengandung makna keagungan, ketinggian, dan  istiqamah, yakni konsistensi.
            Kata المتكبّر sebagai sifat Allah tidak ditemukan dalam Al-qur’an kecuali sekali, yakni pada ayat yang ditafsirkan ini. Kata ini terambil dari akar kata yang mengandung makna kebesaran serta lawan dari kemudaan atau kekecilan. Mutakabbir biasa diterjemahkan dengan angkuh.
                                Ayat ini menyebutkan beberapa sifat Allah yang mampu menggugah ketaatan bagi hamba-hambanya yang selalu mengingat Allah untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.


           
           













BAB III
PENUTUP
v  KESIMPULAN

Kesimpulan pada pembahasan yang telah dipaparkan kurang lebih ialah, pada surat Ar-Rum ayat 20-25 yaitu
1.      (Ayat 20) Allah berbicara tentang kejadian manusia hingga mencapai tahap basyariyat yang mengantar nya berkembang biak sehingga menjadikan  mereka bersama anak cucunya berkeliaran di persada bumi ini.
2.      (Ayat 21) ayat ini menguraikan pengembangbiakan manusia serta bukti kuasa dan Rahmat Allah dalam hal tersebut. Ayat ini melanjutkan pembuktian yang lalu dengan menyatakan bahwa : dan juga diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah dia menciptakan untuk kamu secara khusus pasangan-pasangan hidup suami atau isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang dan tentram serta cenderung kepadanya yakni kepada masing-masing pasangan itu, dan dujadikan-Nya diantara kamu mawaddah dan rahmat, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir tentang kuasa dan nikmat Allah.
3.      (ayat 22) ayat ini masih melanjutkan uraian tentang bukti-bukti ke- esaan dan kekuasaan Allah swt. Yaitu tentang penciptaan langit dan bumi serta perbedaan bahasa dan warna kulit, padahal manusia tercipta dari asal usul yang sama.
4.      (ayat 23) ayat ini menerangkan tentang kekuasaannya yang berkaitan dengan malam dan siang, dan usaha kamu baik malam maupun siang dalam mencari sebagian dari karunianya.
5.      (ayat 24) ayat ini berbicara tentang turunnya hujan dan kilat yang menimbulkan harapan dan kecemasan.
6.      (ayat 25) ayat ini menjelaskan tentang kuasanya yakni mantap dan berjalannya sisitem kerja langit dan bumi sehingga keduanya tidak hancur atau tabrakan.
Surat  As-Sajdah ayat 9-12 yaitu
1.      (ayat 9) ayat ini menjelaskan penyempurnaan penciptaan manusia, demikian manusia yang diciptaka Allah, disempurnakan ciptaannya dan dihembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya.
2.      (ayat 10) ayat ini menjelaskan terhadap kaum musyrikin yang tidak juga mempercayai adanya hari kebangkitan setelah kematian.
3.      (ayat 11) ayat ini menjelaskan tentang tugas malaikat maut, dan sebenarnya kaum musyrikin tidak hanya ingkar kepada kebangkitan, tetapi mereka juga ingkar akan menemui tuhannya.
4.      (ayat 12) ayat ini menjelaskan tentang apa yang terjadi bagi para pendurhaka pada salah satu saat dihari kebangkitan.

Surat Al-Hasyr ayat 22-23 yaitu
1.      (ayat 22) ayat ini menjelaskan tentang beberapa sifat –sifat Allah.
2.      (ayat 23) ayat ini menjelaskan beberapa sifatnya yang dapat menggugah yang taat mengingatnya  untuk lebih mendekat kepada-Nya dan yang mengingatkan yang durhaka dan lupa kepada-Nya untuk berhati-hati.






















REFERENSI


a.      M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, volume 11
b.      M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, volume 13 
c.       Bahrun Abubakar, Lc, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzulnya, Sinar Baru, Bandung, 1990, Juz 3
d.      Bahrun Abubakar, Lc, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzulnya, Sinar Baru, Bandung, 1990, Juz 4




[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 34.
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 35.
[3] Ibid.Hlm.38.
[4]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 41.

[5]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 185.

[6]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 188.

[7]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hlm. 189.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar