Minggu, 04 Desember 2016

Asbaab al wuruud





PENDAHULUAN
Hadits atau sunnah Nabi SAW dalam pandangan umat Islam merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Secara struktural ia menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an. Sedangkan secara fungsioanal ia merupakan bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an. Ini artinya ia mempunyai posisi yang sangat signifikan dan strategis. Oleh sebab itu, kita sangat berkepentingan untuk menggali butir-butir ajaran Islam yang tedapat dalam hadits-hadits tersebut,.
Namun demikian, nampaknya untuk mennggali dan memahami kandungan makna dari suatu hadits secara “baik”, tidak semudah membalikkan telapak tangan, jika enggan berkata sulit sekali. Oleh karena itu, mengetahui dan memahami latar belakang munculnya suatu hadits atau asbabu wurud al-hadits sagat diperlukan dalam rangka memahami dan mencari mutiara hikmah serta ide-ide dasar dalam suatu hadits.
Dalam makalah ini akan dibahas sedikit tentang sabab wurud al-hadits.




PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ASBAB AL-WURUD AL-HADIST :
Secara etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhafah yang berasal dari kata asbab dan al-wurud. Kata “asbab” adalah bentuk jamak dari kata “sabab”. Menurut ahli bahasa diartikan dengan “al-habl” (tali), saluran yang artinya dijelaskan sebagai segala yang menghubungakan satu benda dengan benda lainnya sedangakan menurut istilah adalah :
كل شيء يتوصل به الى غا يته                     
“Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan
Dan ada juga yang mendifinisikan dengan : suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa ada  pengaruh apapun dalam hukum itu
Sedangkan kata Wurud bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir seperti :
الماء الذي يورد
“Air yang memancar atau air yang mengalir “[1]
Dengan demikian, secara sederhana asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu. karena istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus ilmu hadis, maka asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab atau latar belakang ( background ) munculnya suatu hadis.[2]
Menurut istilah Asbab al-wurud al-hadist adalah :
علم يعرف به اسباب ورود الحديث و مناسباته
            ilmu yang menerangkan sebab-sebab datangnya hadis dan beberapa munasabahnya (latar belakangnya).
Menurut as-Suyuthi, secara terminology asbabul wurud diartikan sebagai berikut :
أنه ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم أو حصوص أو إطلاق أوتقييد أونسخ أونحو ذالك
Sesuatu yang menjadi thoriq (metode) untuk menentukan suatu hadis yang bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadits.[3]
Jika dilihat secara kritis, sebenarnya difinisi yang dikemukakan As-Suyuthi lebih mengacu kepada fungsi asbabu wurud al-hadits, yakni untuk menentukan takhsis (pengkususan) dari yang ‘am (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk menentukan ada tidaknya naskh mansukh dalam Hadis dan lain sebagainya.
Dengan demikian, nampaknya kurang tepat jika definisi itu dimaksudkan untuk merumuskan pengertian asbabul wurud. menurut Prof.Dr. Said Agil Husin Munawwar untuk merumuskan pengertian asbabul wurud, kita perlu mengacu kepada pendapat hasbi ash-shiddiqie. Beliau mendefinisikan asbabul wurud sebagai berikut :
علم يعرف به السبب الذي ورد لأجله الحديث والزمان الذي جاء به
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan masa-masa nabi SAW. Menuturkannya”
Sementara itu, ada pula ulama’ yang memberikan definisi asbabul wurud, agak mirip dengan pengertian asbabun al-nuzul, yaitu :
ما ورد الحديث أيام وقوعه
“Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang  terjadi pada waktu Hadis itu disampaikan oleh nabi SAW.”
Dari ketiga definisi tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa asbabul wurud adalah konteks historisitas, baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan atau lainnya yang terjadi pada saat hadits itu disampaikan oleh Nabi SAW. Ia dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan apakah hadits itu bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, naskh atau mansukh dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dalam perspektif ini mengetahui asbabul wurud bukanlah tujuan (ghayah), melainkan hanya sebagai sarana (washilah) untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami pesan moral suatu hadits.[4]
B.     PENGERTIAN ILMU ASBAB AL-WURUD AL-HADIS :
Ilmu asab al-wurud al-hadis adalah ilmu yang menjelaskan tentang sebab-sebab datangnya hadis, latar belakang, dan waktu terjadinya. Misalnya, datangnya suatu hadis karena nabi ditanya oleh seorang sahabat tentang suatu masalah yang dianggap sulit baginya. Ilmu ini sangat penting untuk memahami makna yang terkandung dalam matan hadis secara kontekstual seperti halnya ilmu asbab nuzul al-qur’an.
Tujuan mengetahui ilmu ini untuk mengatahui sebab-sebab dan latar belakang munculnya suatu hadis, sehingga dapat mendukung dalam pengkajian makna hadis yang dikehendaki.
Ulama pertama yang menyusun ilmu ini adalah Abu Hafsah umar bin muhammad bin raja al-ukrabi (w. 309 H), Ibnu hamzah al-huzaini (w.1120 H) yang menulis al-bayan wa at-ta’rif, As-syuyuthi (w.911 H) yang menulis asbab wurud al-hadist atau al-luma’ fi asbab wurud al-hadis.
C.     SEJARAH PERKEMBANGAN DAN ULAMA HADIS YANG BERPERAN DALAM ILMU ASBAB AL-WURUD :
            Dr. Yahya Ismail menuturkan bahwa, “terlihat dari apa-apa yang telah ditinggalkan oleh orang-orang terdahulu dan dari masa para shahabat hingga zaman kita sekarang ini, bahwa ilmu ini berkembang sangat lambat.” Kemudian beliau meneruskan, “kemungkinan besar ilmu ini telah mulai tersebar semenjak masa shahabat dan para tabi’in.”
            Hal itu diperjelas dengan riwayat berikut yang diceritakan oleh az Zarkasyi dalam al Burhan mengenai firman Allah Surat al Maidah ayat ke-93. Dia mengatakan bahwa diceritakan dari Qudamah bin Madh’un dan Amr bin Ma’di Karib, keduanya pernah berkata: “Khamr adalah mubah.” Mereka berhujjah dengan ayat ini. Dan mereka tidak mengetahui sebab turunnya ayat ini, padahal Allah melarang hal tersebut, dan ini merupakan pendapat al Hassan dan yang lainnya.
            Maka ketika turun ayat pengharaman khamr, mereka berkata: “Bagaimana dengan saudara-saudara kami yang sudah mati sementara di perut mereka terdapat khamr, sementara Allah telah memberitahu bahwa itu adalah najis?” Maka Allah menurunkan ayat (yang artinya): “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka Makan dahulu…,”( Q.S. al Maidah 93).
            Dari sini jelaslah kebenaran bahwa pembahasan ini (sabab wurud) merupakan bagian dari ilmu hadits dan telah mendapat perhatian sejak dini dari para ulama.
Prof. Dr. Endang Soetari AD dalam bukunya Ilmu Hadits: Kajian Riwayah & Dirayah, menyebutkan bahwa perintis ilmu asbab wurud al hadits adalah Abu Hamid bin Kaznah al Jubari dan Abu Hafsah ‘umar bin Muhammad bin Raja’.[5]
Sementara Muhammad Mahfudfz bin Abdullah at Termasi, dalam kitab Manhaj Dzawi an Nadzhar, menyebutkan bahwa ulama yang pertama menyusun tulisan mengenai sababul hadits ialah Hamid bin Kaznah al Jurbaniy, dalam tempat lain nisbatnya adalah al Jubariy kepada kota Jubarah (w. 538 H). Kemudian al Hafidz adz Dzhahabiy (w. 748 H)  menuturkan bahwa tidak ada sebelumnya kepada hal itu (sababul wurud),  lalu setelah itu Abu Hafs al ‘Ukbariy (w. 399 H.) salah seorang di antara syaikh (guru) Abu Ya’la bin al Farra’ al Hanbaliy (w. 458 H) menyusun tulisan mengenai sabab wurud.
Syaikh Islam Siraj ad Din al Bulqiniy (w. 805 H) dan kitabnya, Mahasinul Ishtilah pada nau’ atau bagian/macam ke-69 tentang pengetahuan asbabul hadits, mengatakan: Syaikh Abul Fath al Qusyairiy (w. 702 H) atau yang terkenal dengan sebutan Ibnu Daqiqil ‘Ied ra. dalam Syarah ‘Umdah, yaitu Al Ihkaamul Ahkaam Syarh ‘Umdatil Ahkaam, mengenai pembahasan hadits, “Sesungguhnya amal-amal itu beserta dengan niatnya.” berkata: “Sebagian pakar hadits terkini merencanakan dan memulai untuk menyusun sebab-sebab keluarnya hadits. Sebagaimana telah disusun mengenai sebab-sebab turunnya ayat Kitabullah (al Qur’an) yang mulia. Dan saya hanya sedikit mengetahui tentang itu.”[6]
Ibnu al Mulaqqan (w. 804 H) berkata dalam Syarh al ‘Umdah, “Ketahuilah bahwa sebagian ahli hadits mutakhirin (yang berikutnya) berupaya untuk menyusun sebab-sebab keluarnya hadits. Demikianlah yang disandarkan oleh Syaikh Izzud Din (w. 660 H) kepada sebagian orang-orang zaman sekarang.”
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya penyusunan karya tulis di bidang ilmu asbabul wurud al hadits telah ada sejak abad ke-4 H, namun jauh sebelumnya cikal bakal ilmu ini telah muncul, yaitu sejak masa sahabat dan tabi’in. Namun kemungkinannya, penyebaran ilmu ini nampaknya lambat dan tidak merata karena sedikitnya karya-karya ulama mengenai asbabul wurud ini dalam sebuah karya khusus diluar pembahasan ilmu-ilmu hadits secara keseluruhan, dan juga kemudian sebagian ulama sesudah abad keempat Hijrah mengklaim bahwa ilmu ini berkembang pada masa mereka dengan adanya upaya penyusunan karya tulis mengenai sabab al wurud, atau bisa juga kemungkinan lainnya bahwa ilmu ini sempat mengalami kemerosotan dan kemudian bangkit lagi di abad-abad selanjutnya.
Mengenai kapan dimulainya penyusunan buku-buku yang berkenaan dengan masalah ini, al-Suyuthi menuturkan dengan menukil al-Dzahabi dan Ibnu Hajar yang menyatakan adanya beberapa karya tentang objek ini, yakni:
1)      Asbab al-Wurud al-Hadits, karya Abi Hafsah al-Akbari (wafat 399 H). Ia adalah salah seorang guru Abu Yahya Muhammad bin al-Husain al-Farra’ al-Hanbaly dan salah seorang murid dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (309 H).
2)      Al-Bayan wa al-Ta’rief, karya Ibrahim ibn Muhammad yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah al-Husainy (1120 H). Dicetak tahun 1329 H.
3)      Asbab al-Wurud al-Hadits, karya Abu Hamid Abdul Jalil al-Jubari.
4)      Al-Luma’ Fi Asbab al-Wurud al-Hadits, karya al-Suyuthi.
5)       Al-Bayan Wa al-Ta’rif Fi Asbab al-Wurud al-Hadits al-Syarif, karya Abi Hamzah al-Dimasyqi.
Al-Muhaddits as-Sayyid Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin yang terkenal dengan Kunyah Ibnu Hamzah al-Husainy (1054-1120) mengarang pula kitab Asbab al-Wurud al-Hadits dengan diberi nama Al-Bayan wa Ta’rif fi Asbab al-Wurud al Hadits al-Syarif. Kitab yang disusun secara alfabetis ini dicetak pada tahun 1329 H di Halab dalam dua juz besar-besar.






























DAFTAR PUSTAKA
·         Munzier Suparta, 2008 Ilmu Hadits  Jakarta PT. Raja Grafindo Persada
·         Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, 2001 Asbabul Wurud study kritis hadits nabi pendekatan sosio/histories/-kontekstual Yogyakarta PT. Pustaka Pelajar
·         Muhammad’Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1989),
·         Prof. Dr. Endang Soetari AD,  Ilmu Hadits: Kajian Riwayah & Dirayah, (Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008, cet. Ke-V)


 Semoga bermanfa'at aamiin,,,,, (Ahmad Amin)





[1] Munzier Suparta, 2008 Ilmu Hadits  Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 38-.39
[2] Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, ………………. Hlm.07
[3] Muhammad’Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm.25
[4] Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, 2001 Asbabul Wurud study kritis hadits nabi pendekatan sosio/histories/-kontekstual Yogyakarta PT. Pustaka Pelajar tt  Hlm.05

[5] Prof. Dr. Endang Soetari AD,  Ilmu Hadits: Kajian Riwayah & Dirayah, (Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008, cet. Ke-V), hal. 202
[6] Al Imam Jalaluddin as Suyuthi, tahqiq: Dr. Yahya Ismail, hal. 104-105.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar