PENDAHULUAN
Hadits atau sunnah Nabi SAW dalam pandangan
umat Islam merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Secara struktural ia
menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an. Sedangkan secara fungsioanal ia
merupakan bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an. Ini artinya ia mempunyai posisi
yang sangat signifikan dan strategis. Oleh sebab itu, kita sangat
berkepentingan untuk menggali butir-butir ajaran Islam yang tedapat dalam
hadits-hadits tersebut,.
Namun demikian, nampaknya untuk mennggali
dan memahami kandungan makna dari suatu hadits secara “baik”, tidak semudah
membalikkan telapak tangan, jika enggan berkata sulit sekali. Oleh karena itu,
mengetahui dan memahami latar belakang munculnya suatu hadits atau asbabu wurud
al-hadits sagat diperlukan dalam rangka memahami dan mencari mutiara hikmah
serta ide-ide dasar dalam suatu hadits.
Dalam makalah ini akan dibahas sedikit
tentang sabab wurud al-hadits.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ASBAB AL-WURUD
AL-HADIST :
Secara
etimologis, “asbabul wurud”
merupakan susunan idhafah yang
berasal dari kata asbab
dan al-wurud. Kata “asbab” adalah bentuk jamak dari
kata “sabab”. Menurut
ahli bahasa diartikan dengan “al-habl”
(tali), saluran yang artinya dijelaskan sebagai segala yang menghubungakan satu
benda dengan benda lainnya sedangakan menurut istilah adalah :
كل شيء يتوصل به الى غا يته
“Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”
Dan ada juga yang
mendifinisikan dengan : suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa
ada pengaruh apapun dalam hukum itu
Sedangkan kata Wurud bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir seperti
:
الماء الذي يورد
“Air yang memancar atau air yang mengalir “[1]
Dengan demikian, secara
sederhana asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu. karena
istilah tersebut biasa dipakai dalam diskursus ilmu hadis, maka asbabul wurud
dapat diartikan sebagai sebab-sebab atau latar belakang ( background )
munculnya suatu hadis.[2]
Menurut
istilah Asbab al-wurud al-hadist adalah :
علم يعرف به اسباب ورود الحديث و مناسباته
ilmu yang menerangkan sebab-sebab
datangnya hadis dan beberapa munasabahnya (latar belakangnya).
Menurut as-Suyuthi, secara terminology asbabul wurud
diartikan sebagai berikut :
أنه ما يكون طريقا
لتحديد المراد من الحديث من عموم أو حصوص أو إطلاق أوتقييد أونسخ أونحو ذالك
Sesuatu yang menjadi
thoriq (metode) untuk menentukan suatu hadis yang bersifat umum, atau khusus,
mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan)
dalam suatu hadits.[3]
Jika dilihat secara
kritis, sebenarnya difinisi yang dikemukakan As-Suyuthi lebih mengacu kepada
fungsi asbabu wurud al-hadits, yakni untuk menentukan takhsis
(pengkususan) dari yang ‘am (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk
menentukan ada tidaknya naskh mansukh dalam Hadis dan lain sebagainya.
Dengan demikian,
nampaknya kurang tepat jika definisi itu dimaksudkan untuk merumuskan
pengertian asbabul wurud. menurut Prof.Dr. Said Agil Husin Munawwar untuk
merumuskan pengertian asbabul wurud, kita perlu mengacu kepada pendapat hasbi
ash-shiddiqie. Beliau mendefinisikan asbabul wurud sebagai berikut :
علم يعرف به السبب الذي
ورد لأجله الحديث والزمان الذي جاء به
“Ilmu yang menerangkan
sebab-sebab nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan masa-masa nabi SAW. Menuturkannya”
Sementara itu, ada pula
ulama’ yang memberikan definisi asbabul wurud, agak mirip dengan pengertian
asbabun al-nuzul, yaitu :
ما ورد الحديث أيام
وقوعه
“Sesuatu (baik berupa
peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang terjadi pada waktu
Hadis itu disampaikan oleh nabi SAW.”
Dari ketiga definisi
tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa asbabul wurud adalah
konteks historisitas, baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan atau
lainnya yang terjadi pada saat hadits itu disampaikan oleh Nabi SAW. Ia dapat
berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan apakah hadits itu bersifat
umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, naskh atau mansukh
dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dalam
perspektif ini mengetahui asbabul wurud bukanlah tujuan (ghayah), melainkan
hanya sebagai sarana (washilah) untuk memperoleh ketepatan makna dalam memahami
pesan moral suatu hadits.[4]
B.
PENGERTIAN ILMU ASBAB
AL-WURUD AL-HADIS :
Ilmu asab al-wurud al-hadis adalah ilmu yang menjelaskan
tentang sebab-sebab datangnya hadis, latar belakang, dan waktu terjadinya.
Misalnya, datangnya suatu hadis karena nabi ditanya oleh seorang sahabat
tentang suatu masalah yang dianggap sulit baginya. Ilmu ini sangat penting untuk
memahami makna yang terkandung dalam matan hadis secara kontekstual seperti
halnya ilmu asbab nuzul al-qur’an.
Tujuan mengetahui ilmu ini untuk mengatahui sebab-sebab dan latar
belakang munculnya suatu hadis, sehingga dapat mendukung dalam pengkajian makna
hadis yang dikehendaki.
Ulama pertama yang menyusun ilmu ini adalah Abu Hafsah umar bin
muhammad bin raja al-ukrabi (w. 309 H), Ibnu hamzah al-huzaini (w.1120 H) yang
menulis al-bayan wa at-ta’rif, As-syuyuthi (w.911 H) yang menulis asbab
wurud al-hadist atau al-luma’ fi asbab wurud al-hadis.
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN DAN
ULAMA HADIS YANG BERPERAN DALAM ILMU ASBAB AL-WURUD :
Dr. Yahya Ismail menuturkan bahwa, “terlihat dari apa-apa
yang telah ditinggalkan oleh orang-orang terdahulu dan dari masa para shahabat
hingga zaman kita sekarang ini, bahwa ilmu ini berkembang sangat lambat.”
Kemudian beliau meneruskan, “kemungkinan besar ilmu ini telah mulai tersebar
semenjak masa shahabat dan para tabi’in.”
Hal itu diperjelas dengan riwayat berikut yang diceritakan
oleh az Zarkasyi dalam al Burhan mengenai firman Allah Surat al Maidah
ayat ke-93. Dia mengatakan bahwa diceritakan dari Qudamah bin Madh’un dan Amr
bin Ma’di Karib, keduanya pernah berkata: “Khamr adalah mubah.” Mereka
berhujjah dengan ayat ini. Dan mereka tidak mengetahui sebab turunnya ayat ini,
padahal Allah melarang hal tersebut, dan ini merupakan pendapat al Hassan dan
yang lainnya.
Maka ketika turun ayat pengharaman khamr, mereka berkata:
“Bagaimana dengan saudara-saudara kami yang sudah mati sementara di perut
mereka terdapat khamr, sementara Allah telah memberitahu bahwa itu adalah
najis?” Maka Allah menurunkan ayat (yang artinya): “Tidak ada dosa bagi
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan
makanan yang telah mereka Makan dahulu…,”( Q.S. al Maidah 93).
Dari sini jelaslah kebenaran bahwa pembahasan ini (sabab
wurud) merupakan bagian dari ilmu hadits dan telah mendapat perhatian sejak
dini dari para ulama.
Prof. Dr. Endang
Soetari AD dalam bukunya Ilmu Hadits: Kajian Riwayah & Dirayah,
menyebutkan bahwa perintis ilmu asbab wurud al hadits adalah Abu Hamid bin
Kaznah al Jubari dan Abu Hafsah ‘umar bin Muhammad bin Raja’.[5]
Sementara Muhammad
Mahfudfz bin Abdullah at Termasi, dalam kitab Manhaj Dzawi an Nadzhar, menyebutkan
bahwa ulama yang pertama menyusun tulisan mengenai sababul hadits ialah
Hamid bin Kaznah al Jurbaniy, dalam tempat lain nisbatnya adalah al Jubariy
kepada kota Jubarah (w. 538 H). Kemudian al Hafidz adz Dzhahabiy (w. 748
H) menuturkan bahwa tidak ada sebelumnya
kepada hal itu (sababul wurud),
lalu setelah itu Abu Hafs al ‘Ukbariy (w. 399 H.) salah seorang di
antara syaikh (guru) Abu Ya’la bin al Farra’ al Hanbaliy (w. 458 H) menyusun
tulisan mengenai sabab wurud.
Syaikh Islam Siraj ad
Din al Bulqiniy (w. 805 H) dan kitabnya, Mahasinul Ishtilah pada nau’
atau bagian/macam ke-69 tentang pengetahuan asbabul hadits, mengatakan:
Syaikh Abul Fath al Qusyairiy (w. 702 H) atau yang terkenal dengan sebutan Ibnu
Daqiqil ‘Ied ra. dalam Syarah ‘Umdah, yaitu Al Ihkaamul Ahkaam Syarh
‘Umdatil Ahkaam, mengenai pembahasan hadits, “Sesungguhnya amal-amal itu
beserta dengan niatnya.” berkata: “Sebagian pakar hadits terkini
merencanakan dan memulai untuk menyusun sebab-sebab keluarnya hadits.
Sebagaimana telah disusun mengenai sebab-sebab turunnya ayat Kitabullah (al
Qur’an) yang mulia. Dan saya hanya sedikit mengetahui tentang itu.”[6]
Ibnu al Mulaqqan (w.
804 H) berkata dalam Syarh al ‘Umdah, “Ketahuilah bahwa sebagian ahli hadits mutakhirin
(yang berikutnya) berupaya untuk menyusun sebab-sebab keluarnya hadits.
Demikianlah yang disandarkan oleh Syaikh Izzud Din (w. 660 H) kepada sebagian
orang-orang zaman sekarang.”
Dari beberapa pendapat
di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya penyusunan karya tulis di bidang
ilmu asbabul wurud al hadits telah ada sejak abad ke-4 H, namun jauh
sebelumnya cikal bakal ilmu ini telah muncul, yaitu sejak masa sahabat dan
tabi’in. Namun kemungkinannya, penyebaran ilmu ini nampaknya lambat dan tidak
merata karena sedikitnya karya-karya ulama mengenai asbabul wurud ini dalam
sebuah karya khusus diluar pembahasan ilmu-ilmu hadits secara keseluruhan, dan
juga kemudian sebagian ulama sesudah abad keempat Hijrah mengklaim bahwa ilmu
ini berkembang pada masa mereka dengan adanya upaya penyusunan karya tulis
mengenai sabab al wurud, atau bisa juga kemungkinan lainnya bahwa ilmu
ini sempat mengalami kemerosotan dan kemudian bangkit lagi di abad-abad
selanjutnya.
Mengenai kapan
dimulainya penyusunan buku-buku yang berkenaan dengan masalah ini, al-Suyuthi
menuturkan dengan menukil al-Dzahabi dan Ibnu Hajar yang menyatakan adanya
beberapa karya tentang objek ini, yakni:
1)
Asbab al-Wurud al-Hadits, karya Abi Hafsah
al-Akbari (wafat 399 H). Ia adalah salah seorang guru Abu Yahya Muhammad bin
al-Husain al-Farra’ al-Hanbaly dan salah seorang murid dari Abdullah bin Ahmad
bin Hanbal (309 H).
2)
Al-Bayan wa al-Ta’rief, karya Ibrahim ibn
Muhammad yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah al-Husainy (1120 H). Dicetak
tahun 1329 H.
3)
Asbab al-Wurud al-Hadits, karya Abu Hamid Abdul
Jalil al-Jubari.
4)
Al-Luma’ Fi Asbab al-Wurud al-Hadits, karya al-Suyuthi.
5)
Al-Bayan
Wa al-Ta’rif Fi Asbab al-Wurud al-Hadits al-Syarif, karya Abi Hamzah
al-Dimasyqi.
Al-Muhaddits as-Sayyid
Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin yang terkenal dengan Kunyah Ibnu Hamzah
al-Husainy (1054-1120) mengarang pula kitab Asbab al-Wurud al-Hadits
dengan diberi nama Al-Bayan wa Ta’rif fi Asbab al-Wurud al Hadits al-Syarif.
Kitab yang disusun secara alfabetis ini dicetak pada tahun 1329 H di Halab
dalam dua juz besar-besar.
DAFTAR PUSTAKA
·
Munzier
Suparta, 2008 Ilmu Hadits Jakarta PT. Raja Grafindo Persada
·
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, 2001 Asbabul Wurud study
kritis hadits nabi pendekatan sosio/histories/-kontekstual Yogyakarta PT.
Pustaka Pelajar
·
Muhammad’Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu
(Beirut: Dar al-Fikr, 1989),
·
Prof. Dr. Endang Soetari AD, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah & Dirayah,
(Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008, cet. Ke-V)
Semoga bermanfa'at aamiin,,,,, (Ahmad Amin)
[1]
Munzier
Suparta, 2008 Ilmu Hadits Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 38-.39
[2] Said
Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqin, ………………. Hlm.07
[3]
Muhammad’Ajjaj al-Khatib, Ushul
al-Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm.25
[4]
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul
Mustaqin, 2001 Asbabul Wurud study kritis hadits nabi pendekatan
sosio/histories/-kontekstual Yogyakarta PT. Pustaka Pelajar tt Hlm.05
[5] Prof. Dr. Endang Soetari AD, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah & Dirayah,
(Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008, cet. Ke-V), hal. 202
[6] Al Imam
Jalaluddin as Suyuthi, tahqiq: Dr. Yahya Ismail, hal. 104-105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar